TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Presiden FIFA Sepp Blatter yang mengundurkan diri diperkirakan tidak mempengaruhi hukuman yang diterima oleh Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
Direktur Hukum PSSI Aristo Pangaribuan mengatakan mundurnya Blatter dan sanksi pembekuan PSSI merupakan dua hal yang berbeda. “Sanksi itu keputusan organisasi FIFA bukan Blatter semata,” kata Aristo, Rabu, 3 Juni 2015.
Itu sebabnya, katanya, sanksi kepada Indonesia bakal terus berlanjut. Satu-satunya solusi melepaskan dari sanksi FIFA adalah dengan cara menghindari intervensi pemerintah dalam urusan sepak bola. “Kuncinya ada di kita, yakni PSSI dan pemerintah,” ucapnya. (Baca:Apa Peran Sponsor di Balik Mundurnya Sepp Blatter?)
Aristo mengapresiasi keputusan yang diambil Blatter. Dari situ ia berharap semua pihak bisa belajar banyak hal. Salah satunya ialah jangan sampai ada pejabat yang menyalahgunakan wewenangnya. (Baca: Keterkaitan Blatter dalam Korupsi FIFA di Amerika Diselidiki)
Dalam hal sepak bola Indonesia misalnya, ia meminta untuk menghindari berbagai tudingan tak sedap terhadap PSSI. Kalaupun ada pelanggaran, Aristo meminta bukti-bukti yang kuat. “Dibuktikan dulu kesalahannya baru dibekukan. Bukan menuding,” kata dia.
Sabtu, 30 Mei 2015, FIFA menjatuhkan sanksi terhadap Indonesia. Dalam keputusannya Indonesia dilarang mengikuti seluruh kegiatan sepak bola internasional sampai waktu yang tidak ditentukan. Sanksi itu dipicu oleh keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi yang mengeluarkan surat keputusan pembekuan PSSI.
Saat berkonferensi pers di Zurich, Selasa malam sampai Rabu dinihari tadi, Sepp Blatter mengatakan akan mundur sebagai Presiden FIFA. Mundurnya Blatter tidak lepas dari skandal korupsi yang tengah menerpa badan sepak bola yang bermarkas di Swiss itu. Pria berusia 79 tahun itu juga meminta digelar kongres luar biasa secepat mungkin untuk memilih presiden baru.
ADITYA BUDIMAN