TEMPO.CO, Jakarta - PS TNI sempat membuat kejutan pada babak penyisihan grup Piala Jenderal Sudirman. Mereka tampil memukau dan tak terkalahkan. Mereka juga melaju ke babak 8 besar sebagai juara grup. Sedangkan juara Piala Presiden, Persib Bandung, yang ada di grup yang sama, justru tersingkir. Sayang, kejutan itu berlangsung singkat. Pada babak delapan besar, PS TNI dua kali kalah beruntun, sehingga hampir dipastikan tersingkir, meski masih akan melawan Mitra Kukar, Ahad ini, 20 Desember 2015.
Meski kejutan PS TNI hanya sesaat, kehadiran klub tersebut menjadi fenomena tersendiri di kancah sepak bola nasional, yang kini sedang merana, bahkan dikenai sanksi badan sepak bola dunia (FIFA). Untuk menggali lebih lanjut tentang seluk-beluk tim tersebut, pada Minggu ini, di Solo, kami mewawancarai pelatih tim itu, Suharto A.D., tentara berpangkat Pelda yang sebelumnya juga melatih PSMS Medan. Berikut ini petikannya, yang merupakan bagian ketiga dari serangkaian tulisan.
Banyak orang menganggap PS TNI tak lebih dari PSMS yang berganti baju?
Kalau masalah itu, sebenarnya TNI punya klub sendiri. Kebetulan kemarin itu PS TNI banyak pemain PSMS dari TNI, jadi untuk mempermudah pembentukan tim.
Apakah PS TNI di masa mendatang akan merekrut pemain lagi, mungkin dari luar PSMS?
Sepertinya seperti itu. Jadi pimpinan sudah memberi kesempatan buat prajurit berkarier. Bukan hanya dalam sepak bola. Masyarakat umum yang berminat dalam olahraga lain dan punya prestasi tentunya diberi kesempatan.
Apakah ada perbedaan antara pemain TNI dan sipil di lapangan: dalam hal daya juang, teknik, dan lainnya?
Kami memberikan doktrin kepada pemain non-TNI. Bagaimana sepak bola ke depan itu harus punya semangat juang, karakter. Kalau ke depan itu bermain seperti sebelumnya, hanya mengandalkan ball position, bola-bola indah, bola indah itu tidak hanya teknik melulu. Juga fisik harus mumpuni dalam pertandingan 2 x 45 menit. Kami selalu menekankan kepada adik-adik non-TNI itu, seperti ini lho semangat TNI. Jadi harus bisa seperti itu.
Pelatih kiper PSMS, Sahari Gultom, yang ikut hadir, menambahkan:
Sebelum Piala Jenderal Sudirman digelar, ada pemain TNI (ikut) seleksi di PSMS. Akhirnya (mereka) masuk ke PSMS. Anggota TNI yang masuk PSMS ada 15 orang. Kemudian ada Piala Jenderal Sudirman, PSMS tidak boleh ikut. Akhirnya TNI pinjam pemain PSMS. Artinya, TNI yang ikut seleksi di PSMS dipinjamkan ke PS TNI. Ini kamuflase saja. Tim PS TNI ini, semuanya, sampai “cuci-cuci bajunya” dari PSMS. Jadi kalau (PS TNI tidak lebih dari PSMS Medan) “ganti baju”, itu benar, iya.
Apakah selalu ada instruksi dari TNI dalam setiap pertandingan?
Dari pimpinan TNI, kami harus bermain sportif dan mematuhi aturan yang diterapkan pelatih dan wasit dalam pertandingan. Kami selalu memperkuat itu. Contoh kepada masyarakat: Oh, seperti ini toh TNI kalau bermain bola. Ternyata enggak seperti yang dibayangkan. Harapan ke depan, masyarakat bisa melihat bahwa TNI, dalam bermain sepak bola, tidak kasar, tidak cengeng, tidak protes. Kami mempercayakan (jalannya pertandingan) karena ada yang memimpin. Pemimpin itu harus kami hormati.
Ada instruksi khusus setiap kali menjelang pertandingan?
Tetap. Sama. Pimpinan itu tetap meminta kami memberikan tontonan TNI bermain bola seperti itu.
Baca:
Wawancara Pelatih PS TNI Bag 1: Gaya dan Riwayat Tim
Wawancara Pelatih PS TNI Bag 2: Kejutan dan Pola Latihan
Wawancara Pelatih PS TNI Bag 4: Pemain Timnas Itu…
Wawancara pelatih PS TNI bag 5: Masa Depan Tim
DINDA LEO LISTY