Timnas Kualifikasi Piala Dunia 2022: Dengan atau Tanpa McMenemy
Reporter
Tempo.co
Editor
Hari Prasetyo
Kamis, 12 September 2019 15:23 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Perjuangan tim nasional Indonesia dalam kualifikasi Piala Dunia 2022 akan dilanjutkan di kandang Uni Emirat Arab pada 10 Oktober 2019. Di atas kertas dengan dua kekalahan beruntun di kandang sendiri, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, yaitu 2-3 melawan Malaysia dan 0-3 menghadapi Thailand, peluang Indonesia untuk lolos dari kualifikasi grup tahap pertama Zona Asia tampaknya akan sangat berat.
Melawan tetangga dari Asia Tenggara saja sudah kewalahan, apalagi melawan tim-tim Arab di kandang mereka. Sejauh ini, tim nasional kita tak punya sejarah yang bagus melawan tim-tim di Arab.
Jika melihat penampilan di Stadio Gelora Bung Karno, dengan stamina yang terkesan tak cukup kuat untuk bermain dalam tempo tinggi sepanjang 90 menit dan jarak antarlini yang begitu longgar dalam dua kali laga itu, performa tim asuhan pelatih Simon McMenemy ini jauh dari hal yang bisa memberikan rasa aman buat para suporter sepak bola Indonesia.
Jika Simon McMenemy masih ingin bertahan dari kritik dan jajak pendapat yang menginginkan mundur dari posisinya sebagai pelatih, ia mesti bekerja keras sejak sekarang untuk memoles pasukannya.
Hasil racikan Simon McMenemy yang tertuang dalam dua pertandingan perdana kualifikasi Piala Dunia 2022 yang dijalani tim Indonesia memberikan kesan tak ada bedanya ketika mereka dilatih para pelatih lokal, seperti Rahmad Darmawan, yang terakhir menangani pasukan Garuda sebelum ia kembali menangani klub-klub di Liga 1.
Bahkan, tak ada bedanya dengan tim nasional senior yang ditangani Bima Sakti pada Piala AFF tahun lalu.
Itu sebabnya adalah wajar ketika sebagian penggemar menghendaki Luis Milla kembali menangani tim nasional Indonesia setelah ia memberikan secercah harapan di Asian Games 2018, dengan tim yang tampil jauh lebih energik dibandingkan dengan tim di Piala Dunia 2022.
Tapi, kabarnya Milla tak mau memperpanjang kontraknya karena pelatih asal Spanyol ini tak mencapai kesepakatan soal besaran gaji yang dimintanya dengan PSSI.
Pembinaan prestasi memang butuh dana besar. Adalah Ruud Gullit yang pernah mengatakan hal itu beberapa tahun lalu dalam ceramahnya di kantor Kemenpora. Saat itu, mantan bintang Belanda tersebut datang dalam rangka kerja sama badan sepak bola Kerajaan Belanda (KNVB) dengan Kemenpora.
Gullit mengatakan hal itu untuk menanggapi mengapa ada saatnya Belanda yang sudah menembus final Piala Dunia terlihat sulit bersaing dengan tim-tim Eropa lainnya.
Jika Millan yang dirindukan itu tak mungkin kembali lagi ke sini karena persoalan dana dan berani menggaji pelatih asing lainnya untuk kualifikasi Piala Dunia 2022 yang nilainya tentu tak kecil pula, maka tentu ada target dan harapan untuk melihat performa skuad Merah Putih yang istimewa.
Jika hal itu tidak terjadi dan melihat performa Andik Vermansyah dan kawan-kawan tak ada bedanya dan bahkan mutunya sedikit di bawah dibandingkan saat ditangani RD dan pelatih lokal lainnya, tentu ada pertanyaan soal efektivitas penugasan Simon McMenemy ini.
Hari-hari mendatang menuju ke Uni Emirat Arab pada 10 Oktober 2019, dua hal bisa terjadi, yaitu Simon McMenemy dipertahankan PSSI atau dipecat.
Jika McMenemy dipertahankan, pelatih asal Skotlandia ini punya kesempatan terakhir untuk membungkam segala kritik yang dialamatkan kepadanya dan memupus semua kerinduan suporter terhadap Luis Milla.
Ada Danurwindo sebagai Direktur Teknik PSSI yang bisa memberikan rekomendasi terpecaya soal masa depan Simon McMenemy. Danur, demikian ia bisa dipanggil, saat ini salah satu yang paling senior dalam jajaran pelatih lokal.
Ia sudah pernah menolak menjadi pelatih timnas lagi karena ingin memberikan kesempatan yang muda-muda dan juga alasan kesehatan.
Pertimbangannya patut didengar buat masa depan timnas di kualifikasi Piala Dunia 2022 ini bukan saja karena posisinya sebagai direktur teknik PSSI, tapi lebih dari itu: sejarah panjang kepelatihannya. Ialah yang mendampingi Anatoli Polosin ketika membawa timnas meraih medali emas pada SEA Games 1991.