Pemain ke-12 di Liga Primer Inggris Sekarang: Jagat Media Sosial
Reporter
Non Koresponden
Editor
Hari Prasetyo
Kamis, 28 Mei 2020 12:05 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Jose Mourinho, saat melatih Manchester United, suka bertengkar dengan pemainnya, Paul Pogba. Itu akibat Pogba suka mengumbar kritik di media sosial. Sekarang, ketika Liga Primer Inggris 2019-2020 hendak dituntaskan mulai pertengahan Juni ini, media sosial akan menjadi satu-satunya cara buat para pemain untuk berinteraksi dengan para suporternya.
Demikian juga buat para klub di Liga Primer Inggris, Bundesliga Jerman, Seri A Liga Italia, LaLiga Spanyol, di manapun. Media sosial adalah satu-satunya cara buat klub-klub untuk memelihara basis suporternya.
Liverpool, misalnya, bisa dipastikan hanya akan bisa merayakan gelar juara divisi tertinggi Liga Inggris yang sudah ditunggu-tunggu selama 30 tahun bersama para suporternya di jagat media sosial.
Dimulainya lagi Liga Primer Inggris 2019-2020 itu bisa berlangsung enam sampai 12 pekan. Dengan prediksi bahwa vaksin untuk virus corona baru ditemukan sekitar dua tahun, maka lengkap sudah tatanan kehidupan normal yang baru di industrik sepak bola.
Tatanan itu adalah kompetisi berlangsung dalam stadion tanpa penonton atau dalam jumlah yang sangat terbatas, kerumunan massa sebelum dan setelah pertandingan diharamkan, dan interaksi fisik pengurus, pelatih, dan pemain dengan media massa dan suporter juga sangat dibatasi.
Media sosial seperti Twitter, Instagram, dan Snapchat akan menjadi sarana/medium interaksi sosial para pemain dan tim dengan pra suporter dan pasarnya.
Jaringan perusahaan penyiaraan televisi konvensional akan mendapat saingan baru jika mereka masih menekan klub-klub –seperti yang sedang terjadi sekarang ketika Liga Primer Inggris keberatan dengan tambahan pemasukan buat televisi karena liga musim ini mulur- untuk mendapat pemasukan.
Jagat media sosial, dengan mengambil contoh seperti Twitter, Instagram, Snapchat, Facebook, adalah masa depan Liga Primer Inggris dan kawan-kawan untuk menggantikan pemasukan yang kini tidak bisa lagi didapatkan dari pemasukan karcis penonton pertandingan.
Liga Primer Inggris cs akan tetap menarik karena riuhnya komunikasi yang berseliweran di jagat media sosial.
Dan, itu sudah terjadi jauh sebelum datang pandemi virus corona. Situs resmi suporter Liverpool, Manchester United, dan bahkan tim yang lagi terpuruk di papan bawah, West Ham United, di Indonesia sangat lengkap, sangat terorganisir, dan punya basis pendukung yang besar.
Semakin berperannya jagat media sosial itu, sebagaimana dikutip dari ESPN Soccenet, bisa digambarkan dari cerita kiper Watford, Ben Foster, yang melihat rekan-rekannya di kamar ganti pemain langsung sibuk melihat gadget masing-masing setelah pertandingan.
"Mungkin dalam empat sampai lima tahun terakhir, saya lihat para pemain muda itu itu langsung memeriksa Instagram, Twitter, untuk melihat reaksi orang sehabis mereka main menang atau kalah. Anda yang sudah senior harus beradaptasi dengan hal itu,” kata Foster.
Dan, yang beradaptasi di Liga Primer Inggris yang sebentar lagi ini, bukan hanya pemain dari generasi lama, tapi juga para kolega Mourinho, yaitu para manajer/pelatih klub dengan para pemainnya.
Ketika datang ke Manchester City pada 2016, pelatih Pep Guardiola melarang pemasangan Wi-Fi di sejumlah arena markas latihan mereka, termasuk di kamar ganti. Seiring dengan berjalannya waktu, Guardiola melunak dengan mengatakan boleh berekspresi di media sosial tapi yang menjunjung etika.
Sekarang di situasi new normal ini, ruang kebebasan di jagal media sosial mungkin tak bisa dikekang lagi di Liga Primer Inggris dan kawan-kawan.
Selama pasar komersial tak bisa didapat dari penuhnya penonton di Stadion Anfield cs, tak bisa didapat dari tur “konser” pramusim yang dihadiri ribuan suporter di sejumlah negara, Twitter, Instagram, Snapchat, Facebook, dan berbagai saluran jagat media sosial yang terhubung melalui internet adalah sandaran hidup Liga Primer Inggris cs, selain siaran televisi.