Kapten Persib Firman Utina, mengontrol bola di pertandingan Persija vs Persib di Stadion GBK, Jakarta, 10 Agustus 2014. TEMPO/Dian Triyuli Handoko
TEMPO.CO, Jakarta - Piala Jendral Sudirman 2015 diterjang isu miring. Santer beredar kabar terjadi pengaturan skor alias match fixing dalam turnamen yang dipromotori oleh Mahaka Sports and entertainment itu.
Komentar pun berdatangan, salah satunya komentar datang dari penggawa Persib Bandung Firman Utina. Menurut Utina, dirinya tidak melihat adanya match fixing dalam perhelatan PJS sejauh ini. "Aku belum lihat ada tim-tim yang match fixing ya," ujar Utina saat dihubungi Tempo, Senin, 30 November 2015.
Bahkan, Utina menilai skala turnamen Piala Jendral Sudirman ini akan cukup aman dari upaya segelintir orang yang ingin memanfaatkan olah raga paling populer di tanah air saat ini.
"Ya di mana match fixing-nya turnamen hanya kaya begini kok ada match fixing-nya, nggak masuk akal sih, cuma mungkin lebih kebanyakan turnamen yang gini-gini aja bikin jenuh pemain," ujarnya.
Utina pun mengatakan peluang untuk melakukan match fixing sangat kecil sekali mengingat regulasi yang diterapkan operator PJS dinilai cukup baik. Aturan yang berlaku dalam PJS memang terbilang berbeda dari turnamen sepak bola sebelumnya di Indonesia, dimana dalam PJS ini tidak mengenal istilah hasil seri. Ketika kedua tim melakukan pertandingan dan hingga waktu normal 90 menit keduanya menuai hasil imbang maka pertandingan akan dilanjutkan menuju adu penalti untuk mendapatkan pemenang pertandingan.
"Di mana match fixing-nya, soalnya bingung juga kalau match fixing di PJS ini, kan sampai harus ada yang kalah pertandingannya jadi walaupun draw tetap harus ada yang kalah adu penalti gitu kan jadi dari segi mananya aku belum ngerti," ujar Utina.
Isu adanya match fixing itu, menurut dia, disinyalir adanya beberapa pihak yang merasa tidak diikutsertakan dalam turnamen itu. "Isu-isu beredar ini jadi kaya ada yang punya job yang nggak bisa bawa masuk kesini karena semua udah dipegang oleh Mahaka," kata dia.
Utina justru lebih menyoroti kisruh persepakbolaan di Indonesia dari pada desas desus match fixing itu. Menurut dia, adanya turnamen seperti ini justru membuat pemain menjadi jenuh lantaran tidak ada kepastian karir di masa mendatang.
"Kami para pemain jenuh jadi lebih baik sekalian aja ada kompetisi di dalamnya ini seperti kompetisi yang memang bagus dan membawa harkat martabat Indonesia sendiri, kalau menurut saya sih lebih ke arah situ," katanya.
"Jadi gairah itu kaya gak ada dan stuck begitu aja, setelah PJS ini ada turnamen apalagi, terus harus dikontrak berapa bulan lagi mungkin kejenuhan sih akhirnya berdampak kemana-mana isunya," ucap pemain asal Manado itu.
Makanya, Utina berharap ke depan kisruh sepak bola nasional bisa cepat selesai dan kompetisi liga Indonesia segera bergulir.
"Liga itu mencerminkan Indonesia sesungguhnya masih ada federasinya, bukan hanya terpaku dengan konflik tiba-tiba ada turnamen-turnamen gini yang waktunya makin panjang sangat merugikan pemain juga yang hanya dibayar separo-separo kaya tarkam," ucapnya.