Apapun prestasi timnya, peristiwa yang terjadi selama ini membuktikan betapa bergairahnya mereka dalam mendukung perjuangan kesebelasan masing-masing.
Ada suporter yang teroganisir rapi dan ada juga yang longgar. Tapi, dalam pengertian bentuk dukungan, mereka semua adalah Ultras, yaitu loyalitas suporter tanpa batas kepada timnya. Begitu bersemangatnya para suporter ini sehingga tak jarang punya sisi gelap, yaitu kericuhan dan bentrokan.
Itu sebabnya Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah, Inspektur Jenderal Condro Kirono, mengatakan mereka tidak akan main-main dalam mengawal keamanan pertandingan babak perempat final Piala Presiden 2018 di Stadion Manahan Solo pada Sabtu dan Ahad, 3- 4 Februari 2018.
"Kami sudah melakukan pencegahan, preentif, dan preventif. Kalau tetap ada bentrokan, kami tidak pandang bulu. Pelakunya akan ditindak tegas," kata Condro sesuai memimpin rapat koordinasi pengamanan Piala Presiden 2018 di Markas Kepolisian Resor Kota Surakarta pada Jumat sore, 2 Februari 2018.
Condro mengatakan, total ada sekitar 2.800 anggota gabungan Polri dan TNI yang akan berjaga di kawasan Stadion Manahan. Dari jumlah itu, sekitar 1.200 anggota akan disiagakan di dalam stadion.
Selain dari Polda Jawa Tengah, rapat koordinasi pengamanan Piala Presiden 2018 di Stadion Manahan juga melibatkan jajaran Polda Jawa Timur dan Jawa Barat.
Sebab, Jawa Timur terpantau akan mengirimkan suporter dalam jumlah besar, mulai dari Surabaya (Bonek, suporter Persebaya), Malang (Aremania, suporter Arema) dan Madura (Kacong United, suporter Madura United).
"Meski tidak ada tim kesebelasan dari Jawa Barat yang masuk dalam babak delapan besar, Polda Jawa Barat tetap dilibatkan karena wilayahnya akan dilalui suporter Persija yang menuju ke Solo," kata Condro.
Kelompok suporter yang memiliki struktur organisasi yang rapi seperti The Jak Mania, Bonek, dan Aremania maupun yang bergaya Ultras -tanpa pemimpin tapi tetap rapi- diperkirakan akan hadir di Solo.
Sedangkan jenis suporter Ultras dipelopori Brigata Curva Sud pada 1976. Ini sebuah kelompok suporter PSS Sleman. Setelah Brigata, muncul Ultras lain seperti Green Nord ’27 suporter Persebaya Surabaya, Curva Nord Pekanbaru suporter PSPS Pekanbaru, Ultras Persija Sektor 5 suporter Persija Jakarta, Ultras West Sumatera 1980 suporter Semen Padang FC, dan lainnya.
Mereka pada umumnya berpakaian hitam. Pada saat tim yang didukung sedang bertanding, mereka terus menyanyikan yel-yel dukungan kepada tim mereka. Semula yel-yel ini berbahasa Italia. Mereka mengklaim kelompok mereka sebagai komunitas dan bukan sebuah organisasi.
Di dalam stadion, para ultras tersebut biasanya berdiri di tribun utara atau selatan dengan menggunakan bendera raksasa dan kembang api.
Sejumlah kelompok ultras di Indonesia masih menjadi bagian dari kelompok suporter yang lebih dulu berdiri. Misalnya Green Nord ’27 yang menjadi bagian dari Bonek, Ultras Persija Sektor 5 bagian dari The Jak, dan Curva sud Arema (Arema Indonesia).
Sedangkan dari Padang, Sumatera Barat, seorang pria yang bernama Rano Esmon, 34 tahun, memilih suporter Ultras West Sumatera karena keegaliterannya. Ia juga tercatat salah seorang inisiator Ultras West Sumatera yang berdiri pada 2011. Anggotanya saat ini 200 orang. “Tidak ada struktur organisasi,” katanya.
Salah satu rujukan dari Rano dan kawan-kawan ini adalah suporter ultras di klub Bundesliga Jerman, yaitu Borussia Dortmund. ”Itu seperti suporter di Eropa. Meski timnya berada di papan bawah, stadion tetap ramai,” katanya.
Ultras baginya juga merupakan suatu cara untuk memberikan semangat kepada tim. “Tidak akan kembang api dan lain. Cukup suara, perkusi, dan bendera.”