TEMPO.CO, Jakarta - Gelandang Manchester United atau MU, Michael Carrick, telah memutuskan untuk pensiun dari lapangan hijau pada akhir musim ini. Ahad besok dia akan menjalani laga terakhirnya bersama Setan Merah kontra Watford.
Bergabung bersama MU sejak 2006, Carrick dianggap sebagai kepingan terakhir kejayaan mereka yang dibangun oleh ALex Ferguson. Dia merupakan bagian terakhir dari skuad MU yang menjuarai Liga Champions 2007-2008. Rekan-rekannya seperti Paul Scholes, Rio Ferdinand, Neville bersaudara dan Ryan Giggs telah meninggalkan klub itu sejak beberapa tahun lalu.
Sempat bermain di bawah Louis van Gaal, hingga Jose Mourinho, Carrick tetap menunjuk Ferguson sebagai pelatih yang paling berpengaruh dalam karirnya.
"Dia memberikan pengaruh yang sangat masif secara personal kepada saya. Bukan dalam artian dia kerap duduk bersama saya dan berbincang-bincang, tetapi lebih kepada aura yang dia miliki, suasana yang dia berikan dan kultur yang dia ciptakan di United ketika saya masuk ke ruang ganti," ujarnya.
"Keinginannya untuk menang lagi dan lagi sangat luar biasa," lanjutnya.
Meskipun demikian, sepanjang karirnya Carrick tak pernah menjadi aktor utama yang mendapatkan puja puji selangit di panggung MU. Namun, pengaruhnya di lapangan tengah dianggap sepadan dengan gelandang legendaris MU Roy Keane.
Carrick memang bukan tipe seperti Roy Keane yang meledak-ledak dan memiliki pengaruh besar terhadap rekan-rekannya. Dia memiliki karakter lebih tenang dan mengutamakan tim ketimbang raihan individu. Carrick juga kerap rela mengorbankan dirinya demi kepentingan bersama.
Hal itu terlihat jelas pada laga final Liga Champions kontra Barcelona pada 2009 lalu. Meski ibu jari kakinya tengah patah, dia tak mengeluh ketika Ferguson mempercayakan lini tengah MU kepadanya. Carrick terus berlari dan bermain seperti biasa. Sayangnya MU kalah dari Barcelona saat itu.
Dia pun mengakui bahwa dirinya bersalah atas gol pertama Barcelona yang dicetak oleh Samuel Eto'o. Meskipun Ferguson tak pernah menyalahkannya, namun dia tahu bahwa sang manajer marah kepadanya.
"Dia mungkin bisa saja menyalahkan saya, tetapi dia tak pernah menyatakan itu kepada saya," ujarnya. "Jujur, saya memberikan bola kepada mereka saat gol pertama. Seharusnya saya bisa menyundul bola itu sebelum jatuh ke kaki Eto'o, tetapi ya, Ferguson tak pernah menyalahkan saya," kata Carrick. "Tetapi itu mungkin penyebab saya tak pernah dimainkan lagi hingga Oktober," lanjutnya sambil tertawa.
Peran penting Ferguson lainnya adalah karena si manajer mampu membawa Carrick meraih seluruh gelar di kompetisi yang pernah dia ikuti. Mulai dari Liga Inggris, Liga Champions, hingga Piala Dunia Antar Klub pernah dia rasakan. Total, dia telah mempersembahkan 12 gelar kepada MU.
Pasca pensiun, Carrick pun telah berencana untuk mengikuti jejak Ferguson yang menjadi idolanya. Ya, dia menyatakan tertarik untuk memulai karir sebagai manajer klub sepak bola.
"Jika anda bertanya apakah saya ingin menjadi manajer saat ini, saya mungkin akan mengatakan ya. Itu sesuatu yang menarik buat saya, itu sesuatu yang telah saya pikirkan sejak beberapa waktu terakhir," katanya.
Semoga saja Carrick bisa menjadikan pengalamannya bersama Ferguson untuk menciptakan pemain muda berbakat seperti dirinya ketika ditarik dari Tottenham. Dan semoga saja suatu saat nanti dia akan kembali membawa Manchester United ke masa kejayaan seperti di era Alex Ferguson
ESPN|TELEGRAPH