TEMPO.CO, Jakarta - Pertandingan perempat final Piala Dunia 2018 melawan Prancis di Stadion Nizhny Novgorod, Jumat malam, 6 Juli, akan menjadi kesempatan buat penyerang Uruguay, Luis Suarez, untuk menuntaskan perubahan sosoknya secara sempurna.
Baca: Piala Dunia 2018: Uruguay Vs Prancis, Pembalasan Didier Deschamps
Suarez dulu memang dikenal sebagai pemain yang bertalenta tinggi, tapi temperamental dan suka bikin heboh di lapangan. Tindakannya yang paling terkenal adalah menggigit lawannya di lapangan.
Baca: Uruguay Vs Prancis, Luis Suarez Bicara Ancaman Mbappe
Namun, sekarang, pada pergelaran Piala Dunia 2018 ini, Suarez sedang menjalani transformasi dirinya sebagai pemain yang matang, tenang, dan menjadi inspirator bagi timnya di lapangan.
Baca: Piala Dunia 2018: Kroasia Siap Hadapi Gaya Bunglon Rusia
“Saya harus menjadi salah satu pemain yang tenang di lapangan. Pasalnya, ada banyak pemain muda sekarang dalam skuad kami. Beberapa di antaranya baru tampil. Saya harus memimpin mereka dengan memberi contoh,” kata Suarez kepada para wartawan di Rusia pekan ini.
“Dengan bermain pada banyak pertandingan tim nasional, saya belajar banyak tentang bagaimana mengatasi situasi yang terjadi di lapangan,” Suarez menambahkan.
Pemain bernama lengkap Luis Alberto Suarez Diaz ini sekarang berusia 31 tahun. Ia telah menjalani karier pemain seniornya selama sembilan tahun. Dari klub di negaranya, Nacional, Groningen, Ajax Amsterdam, Liverpool, dan Barcelona.
Di tim nasional senior, Suarez telah bermain selama tujuh tahun dan mengikuti Piala Dunia tiga kali.
Kehebatan Suarez yang kelak membawanya ke Liverpool dan Barcelona ditemukan secara tidak sengaja oleh pemandu bakat dari klub Liga Belanda, Groningen.
Pemandu bakat dari Groningen itu terbang ke Uruguay pada pertengahan 2006 sebenarnya untuk mengamati penyerang muda yang dipromosikan, yaitu Elias Figueroa.
Tapi, setelah datang di Uruguay, utusan dari Groningen itu malah tertarik kepada penyerang lain yang tampil sebuah gol indah dan begitu liat mengamankan bola ketika dalam penguasaannya. Namanya Luis Suarez.
Direkrut Groningen yang bermain di Eredivisie atau divisi tertinggi di Liga Belanda, menjadi pintu buat Suarez untuk menjelajah Eropa.
Keandalannya dalam hal mencetak gol dengan cepat membawanya ke klub yang lebih tersohor di Belanda, yaitu Ajax, kemudian Liverpool, dan sekarang Barcelona. Sejalan dengan perkembangannya di klub, Suarez juga terus meningkatkan produktivitasnya di tim nasional Uruguay.
Tapi, seiring dengan gaya permainannya yang eksplosif di lapangan, Suarez juga mengalami perkembangan emosi yang tak terkendali di lapangan.
Suarez sebenarnya sudah menyerang lawannya secara fisik ketika bermain di Ajax. Tapi, kelakuannya yang liar itu baru mencuat di Liga Primer Inggris, ketika ia menggigit tangan pemain Chelsea, Branislav Ivanovic.
Hanya saja, tindakannya yang tak senonoh itu paling terasa dampaknya pada Piala Dunia 2014. Ia dipulangkan setelah menggigit bek Italia dan kena skorsing sejumlah pertandingan.
Empat tahun sebelumnya pada perempat final Piala Dunia melawan Gahana di Johannesburg, Afrika Selatan, Suarez dengan sengaja menahan sundulan lawannya di depan gawang Uruguay pada babak perpanjangan waktu dengan kedua tangannya.
Suarez menangis terisak-isak ketika mendapat kartu merah. Tapi, ketika dalam adu penalti, pemain Ghana, Asamoah Gyan, gagal mencetak gol, Suarez di tepi lapangan tertawa untuk merayakannya. Uruguay kemudian menang adu penalti dan lolos ke semifinal.
Suarez pun dipuja sebagai pahlawan di Uruguay. Tapi, pelatih Ghana saat itu, Milovan Rajevac, menyebutnya sebagai penjahat dan curang.
Suarez pemain brilian, tapi sering bermasalah dalam kariernya karena kerap gagal mengontrol naluri keliarannya. Ia sering mendapat sanksi karena menggigit, berpura-pura dijegal lawan alias diving, dan melecehkan lawan secara rasial.
Tapi, seiring kepindahannya ke Barcelona selepas Piala Dunia 2014, Suarez mulai lebih bisa mengontrol emosinya. Di La Liga Spanyol, ia lebih tenang dan mencetak lebih dari 150 gol buat Barcelona.
Suarez pun menginspirasi tim Uruguay menyambut perempat final Piala Dunia 2018 melawan Prancis ini dengan ketenangan dan kebijkannya.
Setelah mengalami trauma di Brasil 2014, Pelatih Uruguay, Oscar Tabarez, tetap percaya pada Suarez. Tabarez meyakini penyerang Barcelona bisa belajar dari pengalaman-pengalaman buruknya.
Tabarez meyakini Suarez sekarang adalah Diego Forlan pada tim Uruguay masa sebelumnya, yang berperan sebagai mentor buat rekan-rekannya di lapangan.
Di Rusia tahun ini, Uruguay sudah memenangi empat pertandingannya. Suarez mencetak dua gol, menghindari kontroversi, dan membagikan kematangannya.
Suarez memang tidak mencetak gol ketika Uruguay mengalahkan Portugal 2-1 pada 16 besar. Tapi, umpan-umpannya yang tajam punya peranan besar, termasuk pada gol pertama yang dicetak Edinson Cavani.
Suarez kini sudah melewati produktivitas seniornya, Forlan, yang mencetak enam gol di Piala Dunia. Melawan Prancis pada perempat final Piala Dunia 2018, Jumat ini, ia hanya butuh mencetak satu gol lagi untuk menyamai pencetak gol terbanyak Uruguay pada Piala Dunia dan pahlawan tim itu pada 1950-an, Oscar Miguez, yang membobol gawang lawan delapan kali.
Baca: Piala Dunia: Uruguay Vs Prancis, Cavani Berpacu Pulihkan Diri
Kalau itu terjadi dan kemudian Uruguay lolos ke semfinal, penebusan Luis Suarez terhadap “dosa-dosanya” akan lebih lengkap.
REUTERS | ESPN