TEMPO.CO, Jakarta - Manchester United meraih kemenangan 2-1 melawan Leicester City pada pertandingan pertama Liga Primer Inggris 2018-2019 di Old Trafford, Sabtu 11 Agustus. Tapi, permainan United di bawah asuhan Jose Mourinho masih belum jauh berubah.
Baca: Mengenal Neil Etheridge, Wajah Asia Tenggara di Liga Inggris
Setelah unggul pada awal melalui tendangan penalti sang kapten, Paul Pogba, anak-anak Setan Merah lebih banyak mundur ke belakang dan bertahan selama lebih dari 80 menit.
Alih-alih menyerang karena memiliki pemain yang cukup agresif seperti Andreas Pereira, Fred, dan Juan Mata, Mourinho lebih suka melanjutkan kebiasaan strateginya, yaitu bertahan dengan seperti memarkir bus di depan gawangnya. Hal itu terjadi sampai mereka meraih gol kedua melalui andil Luke Shaw pada menit-menit terakhir.
Baca: Manchester United Tekuk Leicester, Simak 5 Kesimpulan Penting Ini
Mourinho adalah pelatih fenomenal ketika membawa FC Porto dan Inter Milan memenangi Liga Champions pada 2004 dan 2010. Namun, setelah itu, pelatih dari Portugal yang kini berusia 55 tahun tersebut tumbuh menjadi pelatih yang tidak progresif.
Pelatih yang akrab dipanggil Mou ini menjadi semakin membosankan dengan strategi defensifnya yang monoton.
Karena itu keputusan direksi Manchester United untuk mengangkat seorang direktur sepak bola atau direktur teknik untuk pertama kali dalam sejarah 140 tahun United pada pekan ini, bisa dibaca tak sekadar untuk menjembatani kekecewaan Mou dalam bursa transfer pemain musim panas ini.
Direktur teknik disebut-sebut untuk mengatasi keruwetan hubungan Mou dengan Ed Woodward, wakil ketua eksekutif klub, yang terjadi ketika mereka gagal terus-menerus mendapatkan pemain yang diinginkan dalam bursa transfer.
Hanya saja, lebih dari itu, seorang direktur teknik yang muncul pertama kali dalam sejarah Setan Merah akan memangkas kekuasaan sang manajer.
Setelah Alex Ferguson, belum ada lagi seorang sosok manajer tim yang benar-benar piawai di Old Trafford. David Moyes, Louis van Gaal, dan kini Mourinho. Ketiganya menghasilkan prestasi di bawah Tuan Alex. Karena itu, petinggi United tampaknya mulai berpikir bahwa sudah waktunya peran manajer dibatasi karena tak ada lagi tokoh sekaliber Ferguson.
Belum ada yang baru dari racikan Mou di lapangan selain drama komentarnya di media tentang kekecewaannya di bursa transfer yang berlarat-larat.
Selain itu, juga kegemaran Mou mengumbar pertentangannya dengan Pogba musim lalu. Kini, setelah didesak sejumlah pihak untuk mempertahankan pahlawan Prancis di Piala Dunia 2018 dari incaran Barcelona, Mou akhirnya berdamai. Ia menunjuknya sebagai kapten tim.
Untuk sementara, bisa jadi, baru itu langkah membuka diri Mourinho. Di lapangan, strategi permainannya sudah menjurus kuno dan belum berubah.
Mou kalah dengan muka baru, Jurgen Klopp, yang semakin beringas di Liverpool dengan taktik Gegenpressing miliknya. Mou juga di bawah bayang-bayarang Pep Guardiola di Manchester City dengan Juego de Posiscion kepunyaannya.
Kedua strategi tersebut pada dasarnya bergerak aktif untuk menekan dan memepet lawan serta bergerak cepat ketika memasuki pertahanan lawan.
Baca: Manchester United: Kepahitan Mourinho di Bursa Transfer
Dan, Mourinho masih dengan pola lama. Ia bisa terancam untuk segera digusur jika musim ini Setan Merah kembali gagal di Liga Champions dan kembali berada di belakang City.