TEMPO.CO, Jakarta - Bima Sakti menyatakan mendapat banyak pelajaran berharga selama dipercaya menjadi pelatih tim nasional Indonesia di Piala AFF 2018. Ia mengaku beruntung bisa membina para pemain muda. “Saya bersyukur bisa berada di tim ini dan bangga dengan semua pemain,” kata Bima seusai laga melawan Filipina di Jakarta, Ahad, 25 November 2018.
Kendati demikian, Bima berharap ke semua pihak agar tidak saling menyalahkan atas kegagalan Timnas Indonesia meraih juara Piala AFF 2018. Menurut dia, tanggung jawab penuh ada pada dirinya selaku pelatih Indonesia. Ia meminta publik tidak perlu mencari kambing hitam dan lebih baik mencari solusi terbaik untuk keberhasilan Timnas selanjutnya.
Dari hasil pengamatan, Bima menjelaskan, kegagalan Indonesia melaju ke semifinal Piala AFF 2018 harus segera diperbaiki. Ia menyebut federasi dan pelatih yang akan ditunjuk nanti harus mempunyai waktu panjang membentuk materi pemain di Piala AFF 2020. Menurut dia, persiapan menuju turnamen sepak bola terbesar di Asia Tenggara itu harus dimulai dari sekarang. “Kita kan sudah tahu jadwal AFF. Jadi harus persiapkan dari sekarang,” ucap dia.
Selain itu, kata Bima, federasi juga harus mempunyai kompetisi di setiap tingkat umur. Keberadaan kompetisi bertujuan untuk mengembangkan kemampuan para pemain. Belajar dari pengalaman melatih bersama Luis Milla, Bima menyatakan pemain muda Indonesia saat ini kesulitan dalam bermain bola.
Sebagai contoh, pelatih berusia 42 tahun itu mengapresiasi kecepatan berlari pemain sayap Timnas U-23, Febri Hariyadi. Namun sayang, Febri hanya unggul dari kecepatan tapi sulit menentukan kapan harus mengoper dan menahan bola. “Soalnya di akademi dia hanya disuruh berlari. Sekarang dia sudah berubah,” kata Bima.
Tidak hanya Febri, Bima menemukan tidak sedikit banyak pemain berbakat Indonesia yang mestinya bisa berkembang bila mempunyai kompetisi usia dini. “Dari kompetisi itu terbentuk pemain yang bagus,” ucapnya.
Karena itu, Bima Sakti melanjutkan, salah satu pekerjaan rumah pelatih saat menangani pemain di Timnas Indonesia ialah kerap harus mengajari kembali teknik bermain. Padahal, kata Bima, hal mendasar mengenai permainan sepak bola semestinya sudah didapat pemain ketika berlatih di akademi atau kompetisi muda.
ADITYA BUDIMAN