TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Provinsi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (Asprov PSSI) wilayah Jawa Barat Tommy Apriantono menilai sulit menurunkan Edy Rahmayadi dari kursi ketua umum PSSI. Berdasarkan statuta badan sepak bola dunia, FIFA, dan PSSI, Tommy melanjutkan, ada dua hal yang bisa membuka peluang mencopot posisi seorang ketua umum.
Pertama, kata Tommy, harus ada dua pertiga anggota atau pemilik suara (voter) di kongres tahunan yang meminta ketua umum mundur. Syarat kedua yang bisa membuat lengser ialah adanya kesalahan yang dibuat ketua umum. "(Sekarang) Kan tidak ada tindak pidana atau perdata," kata Tommy saat dihubungi Tempo, Rabu, 28 November 2018.
Ia menyatakan yang bisa membuat Edy melepas jabatan sebagai ketua umum PSSI ialah kembali ke persoalan nurani. Dalam hal rangkap jabatannya pun, Tommy menilai, tidak ada persoalan. Menurut dia, rangkap jabatan merupakan hal lumrah terjadi di kalangan elit atau pejabat Indonesia.
Lebih lanjut, bila wacana pergantian ketua umum PSSI bergulir di kongres tahunan nanti, maka akan ada pekerjaan rumah yang menanti, yakni mencari sosok pengganti yang pas. Tommy mengatakan saat ini tidak mudah mencari pengganti Edy. Di sisi lain, ia belum menerima undangan resmi ihwal agenda kongres. "Concern saya ialah match fixing (pengaturan pertandingan) di kongres nanti," kata dia.
Tuntutan menurunkan ketua umum PSSI kembali menyeruak. Salah satu faktor yang mendorong Edy Rahmayadi mundur ialah karena rangkap jabatan dan melesetnya target tim nasional Indonesia senior di Piala AFF Suzuki 2018. Selain menjadi Ketua Umum PSSI, Edy yang merupakan purnawirawan TNI bintang tiga menjabat Gubernur Sumatera Utara.
Tuntutan agar Edy Rahmayadi mundur semakin gencar usai Timnas Indonesia gagal melangkah ke semifinal Piala AFF 2018. Suporter yang meramaikan Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta saat Indonesia kontra Filipina meneriakkan kata-kata Edy Out. Sebagian warga pun tak mau ketinggalan ikut meramaikan sosial media dengan menggunakan tagar #EdyOut.
ADITYA BUDIMAN