TEMPO.CO, Jakarta - Sebagian alasan Chelsea untuk mendatangkan manajer Maurizio Sarri musim -setelah memecat Antonio Conte- adalah agar Eden Hazard mau bertahan di Stamford Bridge.
Pemain gelandang serang Belgia ini juga pernah mengakui ia adalah salah satu orang yang mendukung perekrutan Sarri ke Chelsea. Tapi, sekarang pemain ini malah santer diberitakan akan jadi pindah ke Real Madrid.
Apakah Hazard kembali merasa kurang mendapat kebebasan dalam bermain seperti yang dialaminya pada era Conte? Keduanya adalah pelatih dari Italia.
Untuk menyelami gaya kepemimpinan dan kepelatihan Maurizio Sarri serta mendukung kedatangannya ke Stamford Bridge, Eden Hazard sampai menelepon sahabatnya, Dries Mertens, yang bermain di Napoli sejak 2013 sampai sekarang.
Pasalnya, Maurizio Sarri menjadi manajer Napoli 2015-2018, sebelum digantikan Carlo Ancelotti, dan Sarri kemudian menerima pinangan Chelsea.
“Hei Dries, izinkan saya menanyakan sesuatu kepada kamu,” kata Hazard kepada sahabatnya sejak bermain di klub di negaranya dan tim nasional junior serta senior Belgia. Tujuh kata itu bisa mengubah arah sejarah Chelsea.
Tapi, lama-kelamaan, Eden Hazard merasa jauh dari perasaan yang menyenangkan di bawah asuhan Maurizo Sarri. Hazard merasa bosan dalam latihan dan kecewa karena sesekali harus berperan sebagai penyerang tengah.
Ketika Chelsea masih ditangani Antonio Conte, Eden Hazard juga pernah mengungkapkan keluhannya karena kadang-kadang juga ditempatkan sebagai penyerang tengah sehingga geraknya terbatas.
Chelsea di bawah asuhan Sarri terus berusaha bermain cantik, tapi terkesan hanya berdasarkan dominasi penguasaan bola. Adapun buat Sarri bermain cantik dan kreatif itu adalah dua hal yang berbeda.
Metode kepelatihan Sarri bagi Hazard terlalu kaku, yaitu repetisi atau pengulangan penerapan strategi di lapangan latihan menghasilkan eksekusi yang dikehendaki dalam pertandingan.
Pelatihan semacam itu tidak menyenangkan Eden Hazard. Kesenangannya hanya sedikit membaik dalam permainan ketika dia bisa menciptakan peluang untuk menjadi dirinya sendiri.
Tapi, ruang kebebasan yang diciptakan Hazard terbelenggu pola permainan mekanis yang dikehendaki Sarri dan dibatasi tanggung jawab defensifnya pada sayap atau keterasingannya sebagai penyerang tengah.
Hazard suka menjelajah ke mana-mana ketika bermain sebagaimana ketika ia membawa Chelsea mengalahkan Newcastle United 2-1 pada Januari 2019. Dengan kemampuan teknik individunya yang tinggi, ia tampak berulang kali berhasil mengkreasi peluang merobos pertahanan lawan, ketika para rekan-rekannya sedang mengalami kemampatan.
Mungkinkan Eden Hazard terosebsi dengan peran maestro total football, Johan Cruyff, di tim nasional Belanda, Ajax Amsterdam, dan Barcelona pada era 1970-an?
Total football itu mungkin tidak akan pernah bisa dimainkan secara persis dan sempurna oleh tim manapun di dunia sekarang. Tapi, Eden Hazard memang punya talenta sepak bola yang tinggi seperti Cruyff.
Eden Hazard dan sahabatnya, Dries Mertens, mungkin berbeda dalam cara memandang gaya kepemimpinan Maurizio Sarri. Saat menelepon itu, mungkin Mertens lebih banyak berbicara hal positif daripada sisi negatif pelatih asal Italia.
Hal itu wajar karena Sarri memang sudah membuktikan prestasinya, terutama di Napoli dan sekarang juga menempatkan Chelsea dalam empat besar. Posisi yang masih memungkinkan The Blues ini membidik juara.
Tapi, pemain dengan ego tinggi seperti Eden Hazard –antara lain juga karena karunia talenta bolanya yang istimewa-, butuh tidak sekadar sistem yang bagus, keindahan permainan, dan pola latihan yang terkendali. Ia mungkin memerlukan ruang kebebasan, kreativitas yang lebih, serta muncul eksistensinya. Dan, itu bisa terjadi di Real Madrid, selain faktor gaji yang jauh lebih besar tentunya.
Sebagai aktor panggung lapangan sepak bola, Eden Hazard bisa jadi merasa kurang kenikmatan bermainnya karena serbadiatur dan di bawah bayang-bayang sutradara teater yang terlalu dominan. Ini mengingatkan pada Cristiano Ronaldo dulu di Manchester United. Saat itu, MU “adalah” Sir Alex Ferguson dan Ronaldo hanyalah salah satu pemeran. Di Real Madrid dan kemudian Juventus, Ronaldo adalah aktor yang sejajar keberadaannya dengan sutradara, baik pelatih kepala maupun berstatus manajer.