TEMPO.CO, Jakarta - Satu demi satu pengurus dan petinggi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) terjerat kasus dugaan suap di kompetisi Liga Indonesia. Pekan ini, Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Sepak Bola menetapkan pelaksana tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono menjadi tersangka.
Pria yang sudah malang melintang di dunia sepak bola nasional itu terjerat tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan atau dugaan perusakan barang bukti pengaturan skor sepak bola Indonesia. Pengamat sepak bola Akmal Marhali menilai dari sisi etika mestinya Joko Driyono meletakkan jabatannya.
"Kalau ada masalah mundur. Biar jadi contoh dan contoh bagus sebenarnya dari Edy Rahmayadi (mantan Ketua Umum PSSI) yang memilih mundur dan fokus menjadi Gubernur Sumatera Utara," kata Akmal saat dihubungi, Sabtu, 16 Februari 2019.
Merujuk kepada statuta PSSI, bila ketua umum tidak ada maka digantikan dengan wakil ketua. Usai kongres tahunan PSSI Januari lalu, posisi wakil ketua umum diisi oleh Iwan Budianto.
Akmal meminta kepada anggota PSSI atau pemilik hak suara harus jeli melihat situasi yang terjadi saat ini dan ke depannya. Di tengah gencarnya kinerja Satgas, ia berharap tidak ada lagi pengurus atau petinggi PSSI yang terjerat kasus suap atau pengaturan skor. "Jangan sampai tercatat dalam sejarah ada pengurus PSSI antre jadi tersangka," ucapnya.
Sebelumnya, nama Iwan Budianto muncul ke permukaan dalam kasus dugaan suap di turnamen Piala Soeratin 2009. Saat itu, Iwan menjabat sebagai Ketua Badan Liga Amatir Indonesia (BLAI). Ia disebut-sebut meminta uang sebesar Rp 140 juta kepada Manajer Perseba Super Bangkalan, Imron Abdul, agar ditunjuk menjadi tuan rumah di babak delapan besar Piala Soeratin 2009.
Selain Joko Driyono, Satgas sudah menetapkan 11 tersangka dalam kasus suap di kompetisi Liga Indonesia. Beberapa di antaranya merupakan pengurus dan petinggi PSSI, yakni anggota Komite Eksekutif Johar Lin Eng dan anggota Komisi Disiplin Dwi Irianto.
ADITYA BUDIMAN