TEMPO.CO, Jakarta - Sukses Indra Sjafri membawa Timnas U-22 memenangi Piala AFF U-22 2019 menegaskan bahwa pelatih yang berposisi sebagai manajer tim sudah waktunya diterapkan di tim Indonesia.
Meski dalam sejarah sepak bola mutakhir, terutama belakangan terjadi di Liga Primer Inggris, terjadi penurunan mereka menjadi “sekadar” pelatih kepala, pola manajer tim masih terjadi di mana-mana, termasuk pada Piala Dunia 2018 di Rusia.
Seorang Didier Deschamps yang membawa Prancis menjadi juara di Piala Dunia Rusia itu memiliki otoritas penuh sebagai manajer tim yang mengurusi soal teknik, strategi, dan seleksi pemain. Hanya Jerman di antara beberapa contoh yang memakai pola pelatih kepala yaitu Joachim Low dan Oliver Bierhoff yang menjadi manajer urusan umum.
Dalam sejarah sepak bola Indonesia masa lalu, sosok manajer yang tak menguasai soal teknik dan strategi di lapangan lebih banyak mendominasi dalam memberikan keterangan atau “tampil di depan umum” dibandingkan pelatih utamanya. Demikian juga soal wewenangnya. Sudah menjadi isu sejak lama, bahwa mereka sering melakukan intervensi dalam urusan pemilihan pemain.
Karena itu, kepada Antara, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi mengatakan capaian yang diraih tim nasional Indonesia U-22 menjuarai Piala AFF U-22 membuat pola pengelolaan ala sang pelatih Indra Sjafri harus dicontoh.
"Ke depan pelatih harus diberi otoritas penuh seperti coach Indra Sjafri ini diberi kepercayaan penuh baik secara taktik maupun pemilihan pemain," kata Imam di Stadion Nasional, Phnom Penh, Kamboja, Selasa malam.
Pasalnya, menurut Imam, capaian Timnas U-22 tidak lepas dari pola pengelolaan tersebut. Indra dalam menakhodai Timnas U-22 bukan saja berperan sebagai pelatih, tetapi merangkap menjadi manajer. "Selain menjadi pelatih, juga sebagai manajer, itu harus dimulai," ujar Menpora.
Karena itu, Menteri Imam berharap sukses Indra Sjafri membawa prestasi buiat Timnas U-22 di Kamboja bisa berjalan beriringan dengan perbaikan di tubuh badan sepak bola Indonesia, PSSI.