TEMPO.CO, Jakarta - Bisa jadi, David Cameron yang paling senang dengan dominasi empat klub Liga Inggris pada pertandingan babak final Liga Champions dan Liga Europa musim kompetisi 2018-2019.
Liga Champions dan Liga Europa adalah dua kejuaraan utama antarklub di Eropa yang dikelola Asosiasi Persatuan Sepak Bola Eropa (UEFA). Nama resminya adalah UEFA Champions League dan UEFA Europa League.
Cameron mundur dari kursi perdana menteri Inggris, menyusul hasil referendum yang menyatakan negaranya keluar dari Uni Eropa pada Kamis, 23 Juni 2016. Ia dikenal sebagai suporter Aston Villa. Ini klub yang musim 2017-18 sudah terdegradasi dari Liga Primer Inggris.
Cameron mundur karena hasil referendum British Exit (Brexit) tidak sejalan dengan pandangannya.
Referendum yang memenangkan Brexit adalah keputusan warga Inggris untuk keluar dari asosiasi 28 negara di Eropa. Dampaknya tak hanya pada sisi politik, tapi juga soal ekonomi, perdagangan, investasi, dan bahkan, industri sepak bola di Inggris.
Industri sepak bola di Britania sudah lama tersusun rapi dalam sebuah struktur piramida kompetisi, yaitu dari Liga amatir, Liga Dua, Liga Satu, Championship, sampai ke puncak, Liga Primer.
Industri sepak bola Inggris itu kian lama kian membesar. Bahkan, disebut-sebut saat ini sebagai liga sepak bola profesional terbaik dan terbesar di dunia.
Salah satu indikatornya para pemain dan pelatih terbaik di dunia dari mancanegara yang terus berdatangan ke Liga Inggris. Begitu juga investornya, dari Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, sampai Rusia.
Tentu saja, pendukung Brexit di Inggris meyakini sejumlah keuntungan yang bisa dipetik jika mereka keluar dari Uni Eropa. Tapi, di sisi lain, juga ada risiko kerugiannya, terutama soal pengurangan jumlah pemain dan tenaga kerja asing di Liga Inggris.
Padahal, para tenaga kerja asing itulah yang berperan mewujudkan derby tim Inggris pada final Liga Champions untuk pertama kali sejak 2008 pada musim 2018-19.
Dan, berkat peran tenaga kerja asing itulah, untuk pertama kali dalam sejarah, semua klub dari Inggris tampil pada final semua kejuaraan antarklub Eropa, pada musim 2018-19.
Theresa May, perdana menteri Inggris sekarang, sudah meminta waktu penundaan Brexit -yang mestinya dijadwalkan pada awal 2019- buat merancang skenario yang tidak terlalu banyak menimbulkan risiko kerugian.
Pada saat dinamika tarik-ulur Brexit antara Uni Eropa dan pemerintahan Theresa May ini terjadi, ada fakta jelas.
Adalah kewarganegaraan global yang membantu Liverpool, Tottenham Hotspur, Chelsea, dan Arsenal mencapai final Liga Champions dan Liga Europa tahun ini sebagai ujung dari musim kompetisi 2018-2019.
Masih terbayang drama luar biasa di Johan Cruyff Arena, Amterdam, Kamis 9 Mei 2019.
Tuan rumah Ajax harus tersisih pada semifinal Liga Champions pada satu detik terakhir di injury time, menit ke-90+6. Itu gara-gara gol ketiga Lucas Moura, pemain sayap dari Brasil yang membela Tottenham Hotspur, dalam pertandingan itu.
Di tepi lapangan, Mauricio Pochettino, manajer Tottenham Hotspur dari Argentina, berlinang air mata mendapati kenyataan, yaitu dialah membawa klub berjuluk Spurs ini menembus final Liga Champions pertama kali dalam sejarah.
Kalah 0-1 di London, ketinggalan 0-2 pada babak pertama di Johan Cruyff Arena, dan Spurs sudah di ambang kekalahan dalam kedudukan 2-2 pada injury time laga kedua. Tapi, Pochettino dan Moura menjadi muara dari keajaiban Spurs ini. Spurs menang 3-2 dan lolos ke final dalam kedudukan agregat 3-3 berkat keunggulan gol tandang.
Sehari sebelumnya, ada kejadian lebih dahsyat di Anfield. Siapa bisa membayangkan Barcelona yang sudah menang 3-0 di kandang, bisa ditekuk Liverpool sampai 4-0 pada semifinal Liga Champions?
Pemain asal Belgia keturunan Kenya, Divoc Origi, yang mencetak gol keempat Liverpool yang maha penting itu dan satu gol lainnya. Dua gol lainnya datang dari pemain Belanda berdarah Suriname, Georginio Wijnaldum.
Dari pinggir lapangan, berdiri kokoh manajer Liverpool asal Jerman, Jurgen Klopp, yang membawa The Reds ini menembus final Liga Champions untuk kedua kali beruntun. Patung Klopp kemungkinan besar akan dibuat di luar Stadion Anfield yang legendaris itu.
Dinihari tadi, Jumat 10 Mei 2019, di Stamford Bridge, London, Chelsea memastikan lolos ke final Liga Europa setelah menang adu penalti melawan Eintracht Frankfur 4-3, karena imbang 1-1 sampai perpanjangan waktu laga kedua. Adu penalti dilakukan karena skor agregat imbang, 2-2, dalam laga kandang-tandang.
Dari bangku cadangan Chelsea ada loncatan kemenangan dari sang manajer asal Italia, Maurizio Sarri. Akhirnya, tak percuma Sarri didatangkan direksi The Blues dari Italia mulai musim ini untuk membangkitkan tim ini.
Adapun penentu kemenangan Chelsea dalam adu penalti itu adalah pemain gelandang andalan tim nasional Belgia, Eden Hazard.
Pada dinihari tadi juga, di kandang klub Liga Spanyol, Valencia, Arsenal memastikan diri lolos ke final Liga Europa setelah mengalahkan tuan rumah 4-2, sehingga unggul agregat 7-3 dalam dua kali pertemuan.
Pierre-Emerick Aubameyang, penyerang dari Gabon, memborong tiga gol Arsenal dan satu gol lain disumbangkan penyerang Prancis, Alexandre Lacazette.
Sama seperti koleganya dari Italia di Chelsea, Maurizio Sarri, akhinya Unai Emery bisa menarik napas lega dalam debut kepelatihannya di Liga Inggris bersama Arsenal. Emery pria dari Basque, salah satu provinsi di Spanyol yang khas itu.
Untuk mempertegas peran asing di Liga Primer Inggris saat ini adalah kehadiran Pep Guardiola dari Spanyol sebagai manajer di Manchester City. Lima klub teratas di Liga Primer saat ini ditangani pelatih asing: Guardiola, Klopp, Sarri, Pochettino, dan Emery.
Akankah Liga Primer Inggris sekuat ini jika nantinya terkena dampak Brexit?
Tentu saja ada usaha dalam rancangan Brexit untuk mengupayakan agar jangan sampai terjadi perubahan sedrastis itu di sepak bola mereka.
Hal itu sedang diusahakan sambil tetap menjawab keluhan mereka selama ini: bahwa arus pemain asing menyebabkan pemain-pemain muda Inggris sulit berkembang dan itu punya dampak buruk buat tim nasionalnya.
Tapi, untuk sementara, kaum imigran atau ekspatriat diperkirakan yang akan menjadi kelompok paling menderita jika Inggris keluar dari Uni Eropa. Berbagai kebijakan soal imigran di Inggris diprediksi akan mengalami perubahan drastis.
Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) memang sudah menyiapkan konsep untuk menangani dampak Brexit dan meningkatkan kuantitas serta kualitas pemain lokal.
Misalnya, FA berencana mengurangi jumlah pemain asing pada masing-masing tim Liga Primer dari 17 menjadi 12 orang.
Beberapa waktu lalu, FA juga dikabarkan segera memberikan persetujuannya mendukung peraturan pemerintah Inggris, untuk pemain elite non-Uni Eropa/ Zona Ekonomi Eropa. Hal ini untuk membantu pengembangan sepak bola di Inggris. Ijin kerja setiap pemain asing yang mendapat kontrak dengan klub Liga Inggris juga akan diperketat.
Jika klub gagal mencapai kesepakatan dengan FA tentang Brexit, pemain Uni Eropa kemungkinan harus memenuhi kriteria yang sama dengan pemain non-Uni Eropa untuk mendapatkan izin kerja.
Lantas, apakah kompetisi Liga Primer Inggris terancam kehilangan daya saingnya karena tidak ada lagi kemudahan bagi para pemain dari luar Inggris Raya untuk bisa bermain?
Sebelum referendum Brexit keluar, para pemain dari negara di Uni Eropa mendapat kebebasan untuk bermain di Inggris tanpa harus mengurus izin kerja.
Richard Scudamore, semasa masih menjadi ketua eksekutif Liga Primer Ingggris, pernah mengatakan Brexit akan bertentangan dengan komitmen liga mereka untuk keterbukaan. Dan, ini yang bisa jadi lebih penting, yaitu menyulitkan mereka melindungi hak kontrak penyiaran dan cindera mata Liga Primer di seluruh dunia.
Harga pemain dari luar Inggris juga akan naik jika Brexit dijalankan sebagai konsekuensi dari melemahnya pound sterling terhadap euro.
Klimaksnya, Liverpool dan kawan-kawan itu mungkin akan kewalahan menyeimbangkan neraca keuangannya demi menyesuaikan diri dengan peraturan Financial Fair Play dari UEFA.