TEMPO.CO, Jakarta - Sosok Mauricio Pochettino, manajer Tottenham Hotspur yang akan melawan Liverpool pada final Liga Champions di Madrid, 2 Juni 2019, mengingatkan kepada Cesar Luis Menotti.
Keduanya sama-sama fenomenal sebagai pelatih, meski dengan gaya penampilan yang berbeda. Jika kembali ke Piala Dunia 1978 di Argentina, Menotti identik dengan rambutnya yang gondrong dan rokok di mulutnya.
Adapun Pochettino tampil lebih “sopan” dengan rambut rapi dan tanpa asap yang terus mengepul keluar dari mulutnya.
Buat sebagian warga Argentina, mungkin Menotti, sekarang berusia 80 tahun, lebih besar sosoknya sebagai pahlawan. Adalah Menotti yang berani mengorbankan Diego Maradona, yang waktu itu masih belia, untuk bisa membawa Argentina merebut gelar juara Piala Dunia 1978.
Cesar Luis Menotti (kiri), pelatih timnas Argentina tahun 1978, bersama pemainnya Rene Houseman di Stadion River Plate, Buenos Aires, ketika memperingati keberhasilan Argentina meraih piala dunia (26/6). Argentina pertama kali menjuarai Piala Dunia pada tahun 1978. REUTERS/Enrique Marcarian
Tapi, setelah era Menotti, Carlos Bilardo, dan Maradona, tak ada lagi pelatih dari Argentina yang mencuat sampai kedatangan Mauricio Pochettino, 47, ke Tottenham Hotspur.
Didukung sang bos besar klub, Daniel Levy, dan disambut baik penyerang Harry Kane, Pochettino sudah membuat klub berjuluk Spurs dari London ini membuka arus lain di tengah-tengah arus utama industri sepak bola dunia.
Senin, 27 Mei 2019, adalah tepat lima tahun Pochettino membuat Spurs bertahan sebagai klub papan atas di Liga Primer Inggris dan Eropa dengan serombongan pemain yang tidak terlalu mahal harganya.
Pochettino pun pindah ke Spurs dengan meninggalkan kenangan indah di Southampton, klub pertama yang ditanganinya setelah datang ke Inggris dari Spanyol. Salah satu peninggalan pentingnya di Southampton adalah Virgil van Dijk, jenderal pertahanan Liverpool sekarang.
Pochettino adalah manajer Spurs ketujuh dalam 10 tahun terakhir. Ia memberikan perbedaan mencolok dari para koleganya itu di klub dari London ini, seperti Tim Sherwood, Andre Villas-Boas, Juande Ramos, dan Martin Jol..
Meski belum kunjung menjuarai Liga Primer Inggris, tapi Pochettino sekarang sudah menjadi pahlawan di Spurs, sebagaimana Menotti di tim Argentina 1978.
Selain Harry Kane, pemain-pemain lainnya asuhan Pochettino sekarang mungkin tak lebih baik dari Stephen Carr pada 1999 atau Sergei Rebrov, Gregor Rasiak, Darren Bent, dan Michael Dawson.
Luas Moura bahkan sempat dilupakan warisan talenta sepak bola Brasil yang dimilikinya sampai ia memberi keajaiban buat Spurs pada semifinal kedua Liga Champions melawan Ajax Amsterdam, dengan berondongan tiga golnya.
Demikin juga dengan Fernando Llorente, penyerang jangkung dari Spanyol yang memberi pukulan mematikan kepada Manchester City pada perempat final Liga Champions.
Bersama Kane, Moura, Llorente, dan kawan-kawan, Pochettino menciptakan sejarah baru buat Spurs dan dirinya yaitu tampil pada final Liga Champions Eropa untuk pertama kalinya.
Ini sudah prestasi luar biasa buat Spurs. Apapun hasilnya di Wanda Metropolitano, Madrid, Minggu dinihari mendatang, 2 Juni 2019, mereka pasti kembali ke Liga Champions musim depan karena finis di urutan keempat Liga Primer Inggris musim ini.
Ada saat-saat kritis untuk memastikan posisi aman Spurs melawan PSV, Inter Milan, Barcelona, Manchester City, Borussia Dortmund dan superkritis saat melawan Ajax di Liga Champions musim ini. Semua itu berkat atmosfir positif yang konsisten ditampilkan Pochettino di tepi lapangan.
Jalan yang ditempuh Mauricio Pochettino ini mengingaykan padan rute yang dilalui Cesar Luis Menotti ketika memimpin Argentina menuju final Piala Dunia 19878 sebelum memukul Belanda melalui perpanjangan waktu.
Ajax Amsterdam fantastis. Liverpool hebat. Tapi, Mauricio Pochettino ini terkenal dengan kecerdikannya untuk membuat para raksasa tumbang dengan cara-cara yang dramatis.