TEMPO.CO, Jakarta - Setelah terjebak dalam pusaran kontroversi selepas tampil buruk pada Piala Dunia 2018 di Rusia, inilah waktunya buat Mesut Ozil mencuat kembali pada final Liga Europa di Stadion Olimpiade Baku, Azerbaijan, dinihari nanti, 30 Mei 2019.
Setelah menyatakan pensiun dari tim nasional Jerman yang gagal mempertahankan gelarnya di Rusia dan menegaskan fokus ke Arsenal, dinihari nanti adalah pertaruhan puncak atas komitmennya tersebut.
Pasalnya, ketika ia memutuskan sepenuhnya berfokus ke Arsenal, perjalanan kariernya tidak semulus dibayangkan. Pemain asal Jerman berdarah Turki ini tampil labil, sehingga tak jarang dibangkucadangkan pelatih Arsenal yang baru, Unai Emery. Bahkan, Ozil sempat digosipkan akan segera hengkang dari Arsenal.
Dalam Liga Primer Inggris 2018-2019 yang belum lama ini usai, Ozil juga tak maksimal mengangkat performa Arsenal sehingga harus puas finis di peringkat kelima.
Satu-satunya jalan bagi Arsenal untuk bisa tampil pada Liga Champions Eropa musim depan adalah mengalahkan Arsenal pada final Liga Europa dinihari nanti.
Segala instabilitas Ozil yang punya teknik tinggi tapi kerap tak maksimal ini akan dihapus dari ingatan pendukung Arsenal, jika ia mengantarkan kemenangan timnya dinihari nanti.
Kehidupan Mesut Ozil, kini berusia 30 tahun, seakan-akan telah ditentukan oleh kontradiksi, dua hal yang berlawanan. Pemisahan ini adalah karunia sekaligus kutukan terbesarnya.
Sebagai seorang anak yang tumbuh di kota industri Gelsenkirchen yang kuat di Jerman sebelah barat, ia sempat ditolak beberapa klub lokal setempat.
Sebagai pemain bintang untuk Jerman, Real Madrid, dan Arsenal, kecemerlangannya ditopang kemampuan menerobos daerah terjauh dari lawan dan karena itu mampu menyebabkan kerusakan maksimal.
Tapi, Ozil mungkin terlalu peka sehingga tak jarang suka kehilangan fokus atau seleranya bermain ketika melihat keadaan yang tak mengenakkannya di lapangan.
Ozil adalah salah satu pahlawan tim Jerman ketika memenangi Piala Dunia 2014. Tapi, nasionalismenya sempat dipertanyakan beberapa pihak ketika ia berfoto bersama Presiden Turki, Tavip Endorgan, di London.
Kontroversi tersebut juga yang membuat Ozil gerah pasca tim nasionalnya itu gagal pada Piala Dunia 2018. Ia memutuskan pensiun dari tim nasional karena kecewa dengan suara-suara dari dalam yang meragukan komitmennya terhadap tim Panser itu.
Ketika sudah sepenuhnya fokus ke Arsenal, perjalanan Mesut Ozil belum sepenuhnya berada di rute yang tepat. Pemain bertalenta hebat tapi suka dianggap ringkih. Ada yang bilang, ia bukan pemain dengan tipe mau habis-habisan di lapangan.
Dinihari nanti adalah waktunya buat Mesut Ozil untuk mengakhiri segala pusaran kontroversi yang dilekatkan kepada dirinya. Hal ini sekaligus untuk menegaskan bahwa Ozil sejatinya adalah pemain hebat dan memang layak menjadi salatu penerima gaji tertinggi di Arsenal yaitu Rp 6,6 miliar per pekan.