TEMPO.CO, Yogyakarta - Viola Kurniawati resmi mundur dari jabatannya sebagai CEO PT PSS Sleman per 31 Agustus 2019. Keputusannya hengkang dari PSS menuai banyak komentar dari netizen hingga sempat menjadi trending di sosial media Twitter pada Minggu, 1 September 2019, lewat tagar #MaturNuwunViola.
Keputusan mantan media officer Persija Jakarta meninggalkan PSS cukup mengagetkan. Sebab, dia baru menduduki posisinya ini selama empat bulan.
Tiga hari setelah memutuskan mundur dari PSS, Viola baru bersedia buka suara terkait pengunduran dirinya itu. Ia pun menyampaikan terima kasih untuk dukungan yang diberikan kepadanya sejak menjabat sebagai CEO PSS, 18 Mei 2019.
"Saya sebenarnya belum pernah merasa disayang banyak orang seperti di sini, dari suporternya, manajemen, tim. Terlalu banyak hal berkesan di PSS bagi saya," ujar Viola ditemui Tempo, Selasa, 3 September 2019.
Perempuan yang sebelumnya menduduki jabatan sebagai staf Departemen Kompetisi PSSI ini merasa terharu saat pendukung PSS Sleman menyanyikan chant menyebut namanya di dalam stadion. Peristiwa itu terjadi menjelang keputusannya mengundurkan diri.
Viola Kurniawati. (twitter/@veeola)
Ia mengaku sangat beruntung bisa menjabat sebagai CEO klub sepak bola, meski hanya sesaat. Alasannya, kata dia, di Indonesia belum banyak anak muda yang mendapatkan kepercayaan memegang posisi CEO klub, apalagi klub yang sedang bermain di kompetisi kasta tertinggi Tanah Air.
"Saya salah satu orang yang beruntung pernah ada di posisi ini. Semoga lebih banyak anak muda yang berkecimpung menangani tim sepak bola," ujar mantan Executive Assistant & Legal Manager PT Liga Indonesia Baru (LIB) itu.
Meski merasa beruntung, Viola mengambil langkah mundur dari jabatannya itu. Ia mengatakan, akhirnya memilih berhenti pada satu titik karena merasa sudah saatnya. Ia tak mau blakblakan soal alasan di balik pengunduran dirinya itu.
Viola mengibaratkan pengunduran dirinya ini seperti supir yang diminta mengendarai mobil membawa penumpang mencapai titik tujuan. "Saya ini kan disuruh jadi supir ya, tapi kalau tidak ada bensinnya bagaimana? Jadi (kemunduran saya) mungkin lebih karena kesamaan visi yang belum sinkron saja," ujarnya.
Viola menegaskan, tak ada yang perlu disalahkan atas keputusannya ini. Awalnya, ia membayangkan, klub yang bermain di Liga 1 akan sangat cepat dinamikanya. Sedangkan PSS, menurut dia, sudah memiliki ritme sendiri.
Viola mencontohkan, dia ingin perjalanan tim dari Yogyakarta ke Jakarta ditempuh dengan pesawat agar cepat sampai. Tapi manajemen PPSS ingin mengendarai moda lainnya.
Dia menegaskan, tak pernah main-main jika mendapatkan kepercayaan, seperti menjadi CEO PSS. Bahkan, dia mematok target PSS sudah memperoleh lisensi klub profesional dari AFC pada dua atau tiga tahun ke depan.
"Saya juga sudah buat roadmap tiga tahun ke depan untuk PSS seperti apa. Memang belum kelihatan, tapi ini jangka panjang. Soal akademi juga sudah kami siapkan," ujarnya.
Setelah memutuskan mundur, Viola berharap, penggantinya nanti bisa melanjutkan apa yang sudah dibangun dalam waktu singkat itu. Apalagi, ia bersama PSS juga telah membuat aplikasi dan sistem baku yang mengatur bagaimana operasional tim bekerja.
Viola mengaku, awalnya berat hati saat akan mengambil keputusan hengkang dari PSS padahal baru singkat menjabat CEO. Ia tak pernah peduli tekanan dalam bekerja karena sudah menjadi risiko dari profesi yang dilakoninya.
"Tekanan di mana saja pasti ada, di setiap pekerjaan apa pun. Saya pernah merasakan tekanan yang lebih besar dari di sini, tapi tidak pernah ambil pusing," ujarnya.
Saat menangani PSS, Viola justru merasa semangatnya bangkit lagi untuk memajukan sepak bola Tanah Air. "Saya sempat patah semangat di sepak bola. Tapi di PSS Sleman saya menemukan hal-hal yang membuat saya jatuh cinta lagi dengan sepak bola," ujarnya.
Viola tak menampik ada sejumlah tawaran bekerja di bidang serupa atau sepak bola pasca-hengkang dari PSS. Namun, untuk sementara, ia tak mau pusing dengan pekerjaan barunya. "Habis ini saya mau pulang kampung dulu, berlibur," ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO