TEMPO.CO, Jakarta - Pelatih tim nasional Indonesia U-19 atau Timnas U-19, Fakhri Husaini, mengatakan PSSI mempunyai tugas utama mengatur tata kelola sepak bola di Tanah Air. Sebagai induk federasi sepak bola Indonesia, kata Fakhri, tugasnya tidak hanya mengurusi kompetisi level tertinggi.
Jebolan PSSI Primavera ini mengingatkan PSSI juga harus menyelenggarakan kompetisi berjenjang. Lewat kompetisi tersebut, fair play ditanamkan kepada para pemain sejak usia dini.
Ia menegaskan prestasi sepak bola Indonesia bisa maju jika fair play ditegakkan. "Selama masih banyak kemenangan yang diperoleh dengan cara menodai fair play, akan susah itu," kata Fakhri di Stadion Pakansari, Bogor, Selasa, 1 Oktober 2019.
Fakhri mencontohkan, apabila ada pemain Timnas U-19 yang melanggar fair play, bisa diberikan peringatan. "Kami masih bisa memberikan tekanan kepada mereka apa yang disebut sportifitas dan kebersamaan, nasionalisme," kata pelatih asal Aceh, 54 tahun ini.
Pelatih Timnas Indonesia U-18 Fakhri Husaini (kedua kanan) memberikan arahan kepada pemainnya saat melakukan latihan di Lapangan Becamex Binh Duong, Vietnam, Jumat, 16 Agustus 2019. ANTARA/Yusran Uccang
Menurut dia, yang tidak kalah penting adalah pengurus PSSI ke depan harus bisa menjalin komunikasi yang baik dengan pemerintah demi mencapai prestasi sepak bola. "Tidak ada satu negara yang sepak bolanya bagus tapi hubungan federasi sepak bolanya dengan pemerintah tidak bagus," ucapnya.
Mantan pemain timnas Indonesia ini juga menilai jumlah pemain asing di kompetisi Liga 1 perlu dievaluasi oleh PSSI. Sebab, menurut dia, jumlah pemain asing terlalu banyak bisa menjadi penghalang berkembangnya pemain sepak bola muda di Indonesia. "Ketika ada empat pemain asing dikalikan 18 klub, ada 72 pemain asing. Posisi itu harusnya bisa diisi oleh anak-anak Indonesia," ujarnya. Ia pun menyinggung perlunya evaluasi lagi soal naturalisasi pemain.
Ia menilai banyaknya pemain asing di Indonesia tidak bisa mengangkat prestasi timnas, meski ada beberapa pemain yang memang berkualitas. Yang membuatnya miris, terkadang sejumlah pelatih lebih percaya memainkan pemain asing karena labelnya bukan berdasarkan kemampuannya. "Rugi kalau tidak main karena bayar mahal, fasilitas mahal," ujarnya.
"Ini jawaban dari pertanyaan kenapa tim nasional kita seperti itu, sekarang susah cari striker asli Indonesia," kata Fakhri menjelaskan permasalahan utama yang terjadi di timnas senior.
Fakhri juga mengomentari soal dalih kekalahan Timnas Indonesia senior atas Malaysia 2-3 dan Thailand 0-3 di kualifikasi Piala Dunia 2022 karena stamina kedodoran. Ia membandingkan dengan jadwal padat pemain Inggris yang berlaga di klubnya kemudian harus bermain di timnas. "Mereka pemain profesional, mereka harusnya tahu bagaimana cara menjaga diri. Buat saya, tidak ada hubungannya, toh mereka main bola juga," tuturnya.
Pelatih Timnas U-16 Bima Sakti (kedua kanan) memimpin sesi latihan di Lapangan ABC Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 September 2019. Latihan tersebut untuk persiapan jelang pertandingan melawan Timnas U-16 Kepulauan Mariana Utara dalam laga Grup G Kualifikasi Piala Asia U-16 2020 di Stadion Madya Gelora Bung Karno. ANTARA
Sebagai pelatih tim junior, ia bersama Indra Sjafri dan Bima Sakti fokusnya bukan memberikan piala bagi Indonesia. Untuk prestasi dan piala itu ranahnya timnas senior. "Harus dibedain, tugas saya menyiapkan pemain-pemain hebat yang bisa dipakai lima sampai enam tahun yang akan datang. Itu tugas saya, itu tugas Indra, dan itu tugas Bima sekarang," Fakhri menjelaskan.
Fakhri mengatakan, biarpun timnas junior bisa mengangkat enam sampai tujuh piala, itu tidak bakal berpengaruh bagi peringkat Indonesia di FIFA. "Kalau bisa seperti itu, peringkat FIFA kita karena U-17, kami akan lebih mati-matian lagi," ucapnya.
Pelatih Indra Sjafri saat melatih Timnas U-23. Antara
Ia menegaskan, tolak ukur keberhasilan pelatih timnas junior bisa dilihat dari berapa banyak pemain binaannya yang menembus tim senior. Ia menyebut, keberhasilan itu sudah bisa dilihat melalui binaan Indra Sjafri. Sudah ada beberapa pemain binaan Indra yang kini menjadi penggawa Timnas Indonesia senior.
"Bisa enggak Bagas (Kahfa), Bagus (Kahfi) ini konsisten prestasinya sampai ke senior nanti. Kalau dua, tiga tahun lagi, mereka sudah enggak ada, gagal saya," kata Fakhri.
Jadi, Fakhri kembali menegaskan, tugas PSSI adalah menjadi pemain seperti Amiruddin Bagas Kaffa dan Amiruddin Bagus Kahfi. Sebagai induk sepak bola, PSSI berkewajiban menyiapkan kompetisi berjenjang dan berkualitas. "Kalau saya, berapa lama, habis kontrak ini, saya bisa saja dipecat, atau ada penggantian pengurus baru dan tidak cocok dengan saya," kata dia.
IRSYAN HASYIM