TEMPO.CO, Jakarta - Kompetisi Liga Primer Inggris musim 2019-2020 baru sampai pada pertadingan kesembilan. Masih ada 29 pertadingan lagi yang masing akan dijalani 20 tim yang menghuni Liga Primer musim ini. Kompetisi musim ini masih lama. Tapi, komentar Manajer Liverpool, Jurgen Klopp, yang bernada negatif setelah mereka diimbangi Manchester United 1-1 di Stadion Old Trafford, Minggu malam, 20 Oktober 2019, bisa dibaca sebagai ketegangan yang mulai muncul di kubu The Reds.
Meskipun saat Liverpool masih kukuh di puncak klasemen dengan enam poin dari juara bertahan Manchester City yang ada di urutan kedua, tapi Reds tahu bahwa rivalitas mereka yang sangat sengit dengan City pada musim lalu mengajarkan untuk tidak boleh lengah sedikit pun.
Rekor Liverpool menang 17 kali beruntun, delapan di antaranya diraih pada awal musim ini, berhasil dihentikan United pada Minggu malam itu.
Pelatih Liverpool, Jurgen Klopp. REUTERS/Albert Gea
Liverpool di bawah asuhan Klopp paling tidak sudah lima kali kesulitan kalau menghadapi Manchester United di Old Trafford dan akhirnya gagal menang.
Kepada sejumlah wartawan media di Inggris, Klopp lantas bilang United selalu bermain bertahan kalau melawan mereka. “Tahun ini, tahun lalu, tahun sebelumnya, mereka hanya bertahan,” kata manajer asal Jerman itu tentang Manchester United.
Jose Mourinho, mantan manajer Manchester United, di saluran stasiun televisi mengatakan, “Manchester United saat ini dengan skuad yang terbatas, bermain dengan lima orang di belakang. Mereka solid dan tak memberi peluang celah saat melakukan transisi. Jurgen tidak suka dengan menu itu.”
Yang terjadi di lapangan pada Minggu malam itu, Manajer United, Ole Gunnar Solskjar, memakai formasi tiga bek dengan lima gelandang. Tapi, jika ditekan, dua gelandang akan turun untuk berfungsi sebagai bek sayap. Atau, dengan lima gelandang, United akan mengurung rapat anak-anak Liverpool begitu mereka memasuki area permainan Setan Merah.
Tapi, dengan formasi bermain yang dikesankan negatif oleh Klopp itu, Manchester Unites justru bisa mencetak gol lebih dulu melalui sontekan penyerang Marcos Rashford pada menit ke-36. Liverpool baru bisa menyamakan kedudukan melalui gelandang Liverpool, Adam Llalana, menit ke-85.
Klopp juga menyalahkan wasit yang tidak memberikan hadiah tendangan bebas untuk pelanggaran yang dinilainya dilakukan secara jelas oleh pemain United kepada Divock Origi dalam babak pertama. Dalam hal ini, ia perangkat sistem video asisten wasit (VAR) tidak digunakan wasit Martin Atkinson sebagaimana mestinya.
Jika Jurgen Klopp terus membiarkan emosinya tak terkontrol dan lebih menyalahkan keadaan di luar timnya daripada mengevaluasi performa pasukannya di Old Trafford pada Minggu malam itu, dikhawatirkan Reds kehilangan kendali.
Kalau hal itu terjadi akan menguntungkan manajer Pep Guardiola di Manchester City. Selisih enam poin yang sekarang terjadi akan bisa terus diperkecil jika Liverpool terus-menerus dalam keadaan emosional dan panik.
Ketika finis pada musim lalu, Manchester City dan Liverpool yang ada di urutan pertama dan kedua hanya dibedakan satu poin, yaitu 98-97.
Mestinya juara bertahan yang biasanya lebih tegang, dalam hal ini Manchester City, dalam menghadapi perkembangan awal musim ini. Tapi, yang sekarang terjadi, justru sang bos lapangan peringkat kedua musim lalu, Liverpool, yaitu Jurgen Klopp.
Dari awal musim ini, memang sudah ada prediksi bahwa Pep Guardiola dan Jurgen Klopp akan seperti Alex Ferguson dan Arsene Wenger pada masa lalu, yaitu dua godfather yang akan menguasai dinamika Liga Primer Inggris 2019-20. Tapi, salah satu godfather tersebut sudah mulai kehilangan kendali emosi dan itu bisa menggerus kekuatan Liverpool.