TEMPO.CO, Jakarta - Muda, bertalenta, bengal. Mungkin itulah tiga kata yang pas untuk menggambarkan James Maddison. Gelandang serang Leicester City ini memang sedang naik daun musim ini.
Dalam delapan laga bersama The Foxes, pemain berusia 22 tahun itu telah mencatatkan dua gol dan dua assist. Maddison menjadi salah satu kunci apiknya penampilan Leicester musim ini. Sejak ditangani Manajer Brendan Rodgers, Si Rubah kembali buas.
Buktinya, dalam sembilan pekan laga di Liga Primer, Leicester menuai lima kemenangan, dua kali imbang, dan dua kekalahan. Kemenangan terakhir diperoleh saat menumbangkan Burnley 2-1 di King Power, Sabtu pekan lalu.
Walhasil, Jammie Vardy cs berhak bertengger di posisi ketiga klasemen sementara dengan nilai 17. Mereka terpaut dua angka dari Manchester City di urutan kedua dan berselisih delapan poin dari pemuncak klasemen sementara, Liverpool.
Leicester sudah menanggalkan paham sepak bola bertahan dan serangan balik kilat yang mereka pakai selama dua tahun terakhir bersama manajer sebelumnya, Claude Puel. Kini juara Liga Primer 2015/2016 itu tampil menyerang. Bahkan ketika melawan Liverpool—salah satu tim paling dominan di Liga Primer saat ini—Leicester sanggup mengimbangi penguasaan bola 50:50.
Kuncinya adalah kinerja lapangan tengah dan sayap Leicester berjalan dengan baik. Maddison adalah salah satu aktornya. Maka, sangat wajar jika dia masuk radar pembelian Manchester United dalam bursa transfer pada Januari mendatang.
Sayangnya, mantan pemain Norwich City itu punya sisi buruk. Maddison merupakan pemain bengal. Ceritanya, Maddison terpilih masuk skuad tim nasional Inggris untuk kualifikasi Piala Eropa 2020 melawan Republik Cek dan Bulgaria, dua pekan lalu.
Namun Manajer Inggris, Gareth Southgate, memulangkan Maddison karena terserang flu. Pelatih berusia 49 tahun itu tak ingin virus flu tertular ke pemain lain. Alih-alih beristirahat, Maddison malah kongko di rumah judi. Ribuan fan Tiga Singa pun mencibir Maddison. Emosi mereka masih tinggi setelah Inggris kalah 1-2 oleh Republik Cek.
Apes bagi Maddison, ia dituding tak punya rasa hormat kepada rekan-rekan dan tim Inggris. Tak sedikit fan yang menganggap pemain jebolan akademi Conventry itu sengaja meninggalkan skuad Inggris.
Southgate pun sempat menyampaikan kritik untuk Maddison. Menurut dia, pemain dengan tinggi 175 sentimeter itu kurang peka terhadap kondisi di luar lapangan.
"Seharusnya dia sadar bakal disorot tajam banyak pihak. Pemain sepak bola zaman sekarang sama seperti selebritas, selalu ada yang mengawasi. Saya rasa ia mendapat pelajaran dari kasus ini," kata Southgate.
Beruntung, Maddison mendapat dukungan dari pelatih Rodgers. Menurut mantan pelatih Liverpool itu, tindakan Maddison masih tergolong wajar. Bukan sebuah tindakan melanggar hukum jika sang pemain bermain di meja judi resmi.
"Maddison tak meninggalkan skuad demi judi. Dia sekadar menonton laga Inggris melawan Bulgaria sambil main poker," kata Rodgers. "Dia bukan pemain nakal. Saya paham sikap dia di dalam dan di luar lapangan. Dia bertalenta dan anak baik-baik."
Kini Maddison harus bersiap bertandang ke Saint Mary, markas Southampton, dalam lanjutan Liga Primer, dinihari nanti. Dia harus tampil baik dan memberikan kemenangan untuk tim. Setidaknya itu cara untuk membalas dukungan Rodgers dan fan Leicester.
BBC | DAILY MAIL | INDRA WIJAYA