TEMPO.CO, Jakarta - Dulu ada Sekjen Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) yang sangat berpengaruh, yaitu Nugraha Besoes, yang baru bisa “diganti” setelah beberapa periode. Ratu Tisha Destria yang kini menduduki jabatan strategis dalam sebuah organisasi itu –terlebih untuk urusan sepak bola Indonesia- baru menjalani satu periode sejak 2017.
Tapi, seperti Nugraha yang fonemenal itu, Tisha –demikian perempuan kelahiran 30 Desember 1985 ini biasa dipanggil- sudah mencetak sejarah, yaitu wanita pertama yang menduduki sekretaris jenderal di PSSI sejak organisasi cabang olahraga yang paling populer di Indonesia ini berdiri 87 tahun lalu.
Nama Tisha banyak disebut karena dari dialah yang menghadiri sidang badan sepak bola dunia, FIFA, di Shanghai, Cina, 24 Oktober 2019, kabar yang membanggakan itu, yakni Indonesia terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada 2021, keluar.
Sejak Edy Rahmayadi mengundurkan diri sekaligus tak menyelesaikan masa jabatannya sebagai Ketua Umum PSSI periode 2016-2019, peran Tisha semakin menonjol.
Hal itu bukan saja karena peranannya sebagai sekjen. Tapi, juga peranannya, kemampuan berkomunikasi, dan perhatiannya kepada pembinaan sepak bola di Indonesia terasa lebih baik dibandingkan pejabat PSSI lainnya.
Tisha, betapapun penilaian kontroversial yang kerap dialamatkan kepadanya, memang layak disebut orang sepak bola yang meniti karier untuk sampai menjadi sekjen PSSI.
Ia sudah aktif membina sepak bola sejak sekolah menengah atas, kemudian saat kuliah di jurusan matematika Institut Teknologi Bandung, lantas mendirikan perusahaan penyedia data analisis LabBola, sampai mengikuti program pendikan setingkat Master di FIFA.
Tisha juga menjadi direktur kompetisi Indonesia Soccer Championship (ISC), sebuah kompetisi alternatif ketika FIFA sedang membekukan PSSI.
Kini PSSI akan memasuki babak baru yang menjanjikan masa depan cerah, jika sukses menggelar Piala Dunia U-20 pada 2021.
Piala Dunia U-20 adalah berkah juga buat Ketua Umum PSSI yang baru, jika Kongres Luar Biasa PSSI berjalan sesuai rencana pada 2 November 2019 ini.
Tapi, perjalanan Ratu Tisha, sebagai generasi milineal yang sangat diperlukan buat mengubah wajah PSSI yang selama ini terkesan stagnan itu, tampaknya tak otomatis sejalan dengan kehadiran Ketua Umum PSSI yang baru bersama teman-temannya.
Dari sejarah perjalanan Ketua Umum PSSI selama ini, lebih banyak terjadi pembinaan prestasi dan industri kreatif sepak bola seperti jalan di tempat.
Kini ada Piala Dunia U-20 di depan mata. Sebuah stimulan. Sebuah ajang yang sangat bisa menjadi perantara untuk mereformasi wajah PSSI. Ratu Tisha bisa saja dipertahankan atau sebaliknya oleh pengurus PSSI yang baru.
Tapi, jika semangat anak muda model seperti itu kembali tenggelam di bawah ambisi sempit hanya untuk kepentingan di luar sepak bola, dengan memanfaatkan Piala Dunia U-20, sepak bola Indonesia dan PSSI akan kembali kepada kondisi stagnan dan membosankan.