TEMPO.CO, Jakarta - Atalanta menggetarkan Stadion Metalist, markas Shakhtar Donetsk, kemarin. Dalam laga terakhir penyisihan Grup C Liga Champions, Atalanta mampu membungkam kubu tuan rumah dengan skor besar 3-0.
Bukan sekadar kalah, Shakhtar gagal melaju ke babak 16 besar. Laga Shakhtar versus Atalanta memang krusial. Pemenang dari duel tersebut akan mengunci posisi runner-up grup di bawah Manchester City yang perkasa di puncak.
Sebelum laga, Shakhtar diunggulkan menang. Tim berjulukan Kroty itu mengantongi enam angka, hasil dari sekali menang, tiga kali seri, dan sekali kalah. Adapun Atalanta bertamu dengan modal empat poin, hasil dari sekali menang, sekali imbang, dan tiga kali kalah.
Terlebih pertandingan itu berlangsung di kandang Shakhtar. Belum lagi dalam pertemuan pertama di Italia, Shakhtar sukses mengalahkan Atalanta dengan skor tipis 2-1. Jika laga berakhir imbang, juara bertahan Liga Ukraina itu tetap lolos ke babak 16 besar.
Fan tuan rumah sudah membayangkan pesta perayaan jauh sebelum laga dimulai. Hingga babak pertama selesai pun, asa itu tetap terjaga. Skor bertahan imbang 0-0.
Di babak kedua berubah menjadi bencana. Tiga gol keroyokan Timothy Castagne pada menit ke-66, Mario Pasalic pada menit ke-80, dan gol Robin Gosens pada detik-detik akhir laga memusnahkan mimpi indah tuan rumah.
Manajer Shakhtar, Luis Castro, kecewa betul atas kinerja para pemainnya. Menurut dia, timnya seperti menganggap enteng lawan. Bahkan, pada awal babak kedua, para pemain Shakhtar seperti sudah puas atas hasil laga berakhir imbang tanpa gol.
"Tim bermain menyerang, tapi hanya berbuah peluang gol. Namun, setelah Atalanta bikin satu gol, seketika mereka seperti berlari dan kami tak bisa mengejar. Itulah yang terjadi," kata pelatih berusia 58 tahun itu.
Kini Shakhtar harus rela menerima kenyataan turun kasta berkompetisi di Liga Europa. Sesuai dengan aturan, tim yang finis di posisi ketiga grup Liga Champions otomatis akan bergabung dalam babak 32 besar Liga Europa.
Sebaliknya, Atalanta seperti ketiban durian runtuh. Kabar dari Ukraina ini seketika bikin heboh Italia. Maklum, ini adalah kesempatan pertama Atalanta berkompetisi dalam liga paling bergengsi di Eropa dalam sejarah klub.
Awalnya banyak publik Italia yang meremehkan Atalanta. Alasannya jelas, mereka dianggap tak punya pengalaman. Bahkan skuad Atalanta tak terlalu mewah untuk diajak berlaga di Benua Biru.
Prediksi tersebut awalnya benar. Tim berjulukan La Dea atau Sang Dewi itu kalah dalam tiga laga pertama di Grup C melawan Dynamo Zagreb, Shakhtar, dan Manchester City. Dengan perolehan nilai nol, Atalanta sempat duduk di dasar klasemen grup.
Nasib Duvan Zapata cs mulai berubah dalam tiga laga terakhir. Bermula dari menahan imbang City 1-1 di Bergamo, Atalanta selanjutnya menumbangkan Zagreb 2-0.
Manajer Gian Piero Gasperini mengatakan sejak awal ia punya firasat bahwa Atalanta bisa menekuk tuan rumah. Alasannya, jarak poin antara Atalanta, Shakhtar, dan Zagreb teramat dekat. "Setelah menahan imbang City dan mengalahkan Zagreb, saya menjadi optimistis," kata pelatih berusia 61 tahun itu.
Atalanta tertolong dengan hasil laga Zagreb melawan City pada waktu yang sama. The Citizens sukses mengalahkan Zagreb dengan skor 4-1. Jika saja Zagreb menang, skor 3-0 Atalanta di kandang Shakhtar akan sia-sia.
Sementara itu, penyerang Alejandro Dario Gomez tak menyangka Atalanta bisa mencuri tiga angka dalam lawatan ke Ukraina. Menurut Gomez, fokus dan kerendahan hati menjadi senjata rahasia kemenangan Atalanta.
"Kami datang ke sini dengan rendah hati. Kami bukan tim besar, kami tak punya pemain kelas bintang. Jadi, yang bisa kami kerjakan adalah bekerja keras," kata pemain berkebangsaan Argentina itu.
Gomez pun mengaku puas bisa mengantarkan Atalanta lolos ke babak 16 besar Liga Champions untuk pertama kali. Pemain berusia 31 tahun itu belum mau berpikir panjang tentang beratnya lawan dalam laga berikutnya.
"Sebab, keberhasilan ini akan masuk sejarah klub dan tentunya tak akan terlupakan bagi kami, para pemain," kata Gomez.
Namun masih saja ada cibiran yang menyerang Atalanta. Lagi-lagi mereka dianggap bertarung di grup enteng hingga sekadar mujur lolos ke babak 16 besar. Tak seperti Inter Milan yang berdarah-darah bertarung satu grup dengan Barcelona dan Borussia Dortmund. Inter pun tak lolos karena hanya finis ketiga di bawah Barca dan Dortmund.
SKY SPORTS | GOAL | CALCIOMERCATO | INDRA WIJAYA