TEMPO.CO, Jakarta - Liverpool semakin perkasa dengan menggilas Leicester City 4-0 dinihari tadi, tak terkalahkan dalam 18 pertandingan Liga Primer Inggris musim ini, dan unggul 13 poin di puncak klasemen. Manajernya asal Jerman, Jurgen Klopp, yang telah membawa The Reds ini memenangi Liga Champions Eropa, Piala Super Eropa, dan Piala Dunia Antarklub FIFA 2019 punya kisah-kisah menarik yang ditulisnya untuk The Players Tribune pada 24 September 2019.
Pada awalnya ia menceritakan pengalamannya yang lucu dan aneh ketika menjadi muda di Borussia Dortmund pada 2011 yang hendak tampil di kandang raksasa Bayen Munich.
Saat itu, Dortmund tidak pernah menang di Munich sekitar 20 tahun. Klopp lantas mengambil inspirasi dari serial film Rocky Balboa. Ini adalah seral film yang dibikin aktor produser Sylvester Stallone berdasarkan kisah petinju legendaris Rocky Marciano.
Klopp yakin dengan mengajak para pemainnya menonton film Rocky 1, 2, 3, dan 4, pemainnya akan terinspirasi untuk mengalahkan Bayern. Klopp ingin para pemainnya terinspirasi dari latihan tokoh Rocky di Siberia dalam pondok kayu kecilnya. Dia menebang pohon-pohon pinus dan membawa kayu-kayu gelondongan melewati salju dan berlari ke puncak gunung.
Tapi, para pemain Dortmund hanya duduk dan melihatnya dengan mata sayu. Ternyata dari semua pemain, hanya Sebastian Kehl and Patrick Owomoyela yang tahu tentang fim Rocky itu. Tapi, setelah apa yang dilakukan Klopp pada 2011 itu, Dortmund bisa menumbangkan Bayern 3-1.
Klopp merasa terhormat telah memenangkan penghargaan FIFA untuk pelatih terbaik pada 24 September 2019 itu Tapi, ia menegaskan semua yang dicapainya hanya mungkin karena semua orang di sekitarnya.
Berikut penggalan kisah yang ditulis Jurgen Klopp berikutnya:
Ketika saya berusia 20, saya berpengalaman mengalami momen yang sepenuhnya mengubah kehidupanku. Saya masih anak-anak, tapi saya juga menjadi seorang ayah. Itu bukan saat yang tepat, jujur saja.
Saya bermain sebagai pesepakbola amatir dan berkuliah di universitas saat itu. Untuk membayar sekolah, saya bekerja di gudang tempat mereka menyimpan film untuk bioskop. Dan, untuk orang-orang muda di luar sana, kita tidak berbicara tentang DVD. Ini adala akhir 80-an, ketika semuanya masih di film.
Truk-truk akan datang pukul 6 pagi untuk mengambil film-film baru, dan kami akan memuat dan menurunkan tabung-tabung logam besar itu. Mereka cukup berat, jujur. Anda akan berdoa agar mereka tidak menunjukkan sesuatu dengan empat gulungan, seperti Ben-Hur atau sesuatu. Itu akan menjadi hari yang buruk untukmu.
Saya akan tidur selama lima jam setiap malam, pergi ke gudang pagi hari, dan kemudian pergi ke kelas di siang hari. Pada malam hari, saya akan pergi latihan (sepak bola) dan kemudian saya pulang dan mencoba menghabiskan waktu bersama putra-putra saya.
Itu adalah waktu yang sangat sulit. Tapi, itu mengajari saya tetang kehidupan nyata.
Saya menjadi orang yang sangat serius pada usia muda. Seluruh teman saya mengajakku untk pergi ke pub di malam hari, dan setiap tulang di tubuh saya ingin mengatakan, “Ya! Iya! Saya ingin pergi!”
Tapi, tentu saja, saya tidak bisa pergi, karena saya tidak hidup hanya untuk diri saya sendiri. Bayi anda tidak peduli bahwa anda lelah dan ingin tidur sampai siang.
Ketika anda khawatir tentang masa depan orang kecil lain yang anda bawa ke dunia, ini benar-benar sebuah kekhawatiran. Ini adalah kesulitan nyata. Apapun yang terjadi di lapangan sepak bola tidak bisa dibandingkan dengan ini.
Terkadang orang bertanya mengapa saya selalu tersenyum. Bahkan setelah kami kalah, kadang-kadang aku masih tersenyum. Itu karena ketika putra saya lahir, saya menyadari bahwa sepakbola bukanlah hidup atau mati. Kami tidak menyelamatkan nyawa.
Sepak bola bukanlah sesuatu yang harus menyebarkan kesengsaraan dan kebencian. Sepak bola harus tentang inspirasi dan sukacita, terutama untuk anak-anak.
THEPLAYERSTRIBUNE.COM | LIVERPOOL F.C.
-