TEMPO.CO, Jakarta - Sembilan pemain klub Sion, Swiss, kehilangan pekerjaan. Termasuk di antara mereka adalah Alex Song dan Johan Djourou, bekas pemain Arsenal. Pekan lalu, klub memutus kontrak mereka di tengah pandemi virus corona.
Sebabnya, mereka menolak proposal pemotongan gaji yang diajukan klub. Menurut sumber orang dalam, pemotongan itu mencapai 80 persen untuk pemain dengan gaji tertinggi.
Klub berdalih, pemotongan gaji itu tak lain sebagai upaya untuk ikut membantu pemerintah dalam mengurangi kesulitan para penganggur di negeri itu semasa pandemi virus corona ini.
Namun, pemain juga punya alasan. Tak ada klausul itu dalam kontrak yang mereka teken.
Tak ada jalan keluar, para pemain ini pun diminta pergi. Selanjutnya, mereka tidak ada lagi dalam daftar penerima gaji di klub itu.
Kondisi ini tak jauh berbeda dengan yang terjadi di klub Dinamo Zagreb. Di sana, para pemain juga menolak paket pemotongan gaji yang disusun klub untuk enam bulan ke depan.
Paket itu di antaranya berisi sepertiga gaji para pemain ditangguhkan dan dipotong. Pihak klub menyatakan para pemain tidak bisa diajak berdiskusi.
Asosiasi Pemain Sepak Bola Kroasia menyatakan langkah klub itu dinilai terlalu cepat. Sebab, sebelum diserang pandemi virus corona, pendapatan mereka dari tiket pertandingan dan siaran televisi sudah terbilang rendah.
Pandemi virus corona sudah terasa dampaknya pada industri sepak bola di Eropa. Keuangan klub-klub di sana, terutama klub kecil, megap-megap.
Berhentinya perputaran liga-liga itu membuat mereka kehilangan pemasukan. Padahal, pada saat yang sama, mereka harus terus mengeluarkan uang untuk membayar gaji para pemain, yang mencapai 64 persen dari pendapatan yang mereka terima.
Tak ada jalan lain kecuali menyunat gaji. Opsi yang paling jelas, tapi juga pahit.
Cara lainnya adalah menunda pembayaran gaji hingga kondisi dianggap normal kembali. Opsi kedua ini tentu lebih disukai para pemain.
Selanjutnya, reaksi asosiasi pemain sepak bola dunia menanggapi hal itu.