TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan Liverpool untuk merumahkan sebagian besar karyawan tidak bermainnya karena Liga Primer Inggris ditangguhkan pada masa pandemi virus corona mendapat kritik.
Liverpool tidak memotong gaji mereka, tapi hanya membayar 20 persen. Sisanya ditanggung pemerintah dalam regulasi kondisi darurat.
Enam bulan lalu, Ketua Eksekutif Liverpool, Peter Moore, ditanya apa yang membedakan klubnya dari raksasa sepak bola Eropa lainnya. “Kami memiliki tokoh sejarah luar biasa ini: Bill Shankly. Seorang sosialis Skotlandia yang membangun yayasan,” jawan Moore kepada El Pais.
Saat ini ketika bisnis adalah segala-galanya di sepak bola dan pandemi virus corona mengancan kesehatan sehat dan ekonomi, apakah yang akan dilakukan Shanky jika masih hidup pada masa sekarang?
Ada yang menjawab, Shanky tidak akan melibatkan dukungan pada skema pemerintah untuk menghentikan pengangguran massal jika Liverpool adalah klub terkaya ketujuh di dunia.
Merumahkan karyawan tidak bermain, mungkin akan membuat Liverpool menghemat sekitar 1 juta pound steling, ketika mereka memiliki tagihan upah tahunan 310 juta pound dan membayar 43 juta pound untuk agen tahun lalu.
Newcastle dan Tottenham Horspur melakukan hal sama tapi ada sosok pengusaha Mike Ashley dan Daniel Levy. Liverpool seharusnya berbeda karena diwarisi spirit Bill Shankly. Meski memang saat ini Liverpool dimiliki konglomerat pengusaha olahraga dari Amerika Serikat, John William Henry II, melalui perusahaan Fenway Sports Group.
Langkah manajemen Liverpool dikiritik dan dinilai menodai perjuangan kapten mereka, Jordan Henderson, yang kekuatan pendorong di belakang rencana untuk mengatur dana Liga Primer untuk staf badan pelayanan kesehatan Inggris, NHS, pada masa pandemi virus corona ini.
GUARDIAN | INDEPENDENT | EL PAIS