TEMPO.CO, Jakarta - Salah satu primadona bursa transfer saat ini adalah Kai Havertz. Gelandang Bayern Leverkusen yang baru berusia 20 tahun ini menjadi incaran banyak klub besar.
Sejak 2016, ia telah disebut-sebut sebagai talenta paling menjanjikan di Jerman. Para pengamat menyebutnya sebagai kombinasi dari Mesut Ozil, Michael Ballack, dan Toni Kroos.
Dan saat ini bintang Bayer Leverkusen menjadi sumber pertempuran transfer besar antara Chelsea dan Manchester United. Bayern Munchen, Real Madrid, Barcelona, PSG, dan Borussia Dortmund juga disebutkan ikut meminatinya.
Havertz dalam berbagai kesempatan mengungkapkan bahwa ia berharap untuk meninggalkan Leverkusen untuk memajukan kariernya. “Saya siap untuk membuat langkah besar dan saya suka tantangan. Itu termasuk di luar negeri.
Leverkusen adalah klub yang hebat, saya merasa senang - saya selalu mengatakan itu. Tapi tentu saja saya ingin mengambil langkah selanjutnya dalam karier saya di beberapa titik. Itu ambisi saya.”
Dengan berbagai keterampilan yang kerap membuat para bek kerepotan, ia mampu mencetak 17 gol di Liga Jerman musim ini. Banderol mahal, 70 juta pound sterling, kini dilekatkan padanya.
Seperti apa perjalanan kariernya? Simak di bawah ini:
Langkah Awal
Ia lahir di Aachen, Jerman, dari seorang ayah polisi dan seorang ibu pengacara. Daerah sepak bola mengalir dalam dirinya. Ayah dan kakeknya bermain di level amatir. Sebagai bocah dia sering berlatih bersama mereka di lapangan yang hanya berjarak 100 meter dari rumah mereka.
Pada usia empat tahun, Havertz bergabung dengan tim lokal Alemannia Mariadorf. Kakeknya adalah presiden di klub ini.
Sejak awal, dia sudah bermain dengan anak laki-laki yang jauh lebih tua darinya karena kemampuannya yang luar biasa. Pada usia sembilan tahun ia tampil cemerlang dalam sebuah turnamen di Cologne. Pemandu bakat Bundesliga menandai namanya sebagai salah satu untuk masa depan. Dan mereka tidak salah.
Gabung Leverkusen
Diberkati dengan bakat menonjol, banyak klub yang terus memantaunya.
Cologne dan Borussia Muenchengladbach adalah dua di antaranya. Tetapi Bayer Leverkusen yang lebih agresif untuk merekrutnya.
Di usia 11 tahun, Havertz bergabung dengan tim muda klub itu, diasuh oleh Jirgen Gelsdorf. Dia berlatih di Kurtekotten, sebuah pusat pelatihan pemwin muda yang dianggap sebagai salah satu yang terbaik di Jerman pada awal 2000-an.
Penampilannya selalu menonjol dibandingkan rekan-rekan seusianya. Pada usia 15, Havertz dipromosikan menjadi tim U-17 Leverkusen, membantu tim itu memenangi gelar nasional dan mengakhiri paceklik gelar selama 25 tahun.
Pemecah Rekor
Pada 15 Oktober 2016 sejarah dibuat. Havertz masuk ke lapangan sebagai pemain pengganti saat kalah 2-1 dari Werder Bremen. Berusia 17 tahun dan 126 hari, ia menjadi debutan termuda Leverkusen. Empat bulan kemudian, ia mencatatkan assist pertamanya untuk rekan setimnya Karim Bellarabi.
Pada 2018, Havertz menjadi pemain termuda dalam sejarah Bundesliga yang mencapai 50 penampilan.
Mulai Membangun Nama Besar
Musim lalu Havertz mengumumkan dirinya di panggung dunia. Dia menikmati kampanye terbaiknya dalam permainan dengan mencetak 17 gol di Bundesliga, 20 di semua kompetisi.
Hanya dua pemain yang mampu mencetak gol lebih banyak dari Havertz di liga (Lewandowski dengan 22, Paco Alcacer, 18). Ia juga mencatat tiga assist.
Havertz berhasil melepaskan rata-rata 2,6 tembakan per game, juga mencatat akurasi umpan 87,2 persen.
"Dalam hal bakat, ia seperti tidak memiliki batasan," kata rekannya di Timnas Jerman, Jonathan Tah, kepada Bundesliga.com.
"Saya pikir jika dia terus bekerja keras dan tidak berpuas diri, dia bisa mencapai puncak."
Kehidupan di Luar Lapangan
Ketika tidak sedang berlatih atau bermain sepak bola, Havertz menyukai musik. Ia seorang pianis yang terampil dan sering memainkan hit klasik dan modern.
Dia punya pacar, Sophia, yang sering dia ceritakan di media sosial.
Havertz sangat rendah hati tentang kesuksesannya. Dia mengatakan kepada Bundesliga.com, "Saya selalu dibesarkan untuk menjaga kaki saya tetap memijak tanah. Saya belajar dari orang tua bahwa kesombongan bukanlah kualitas yang diinginkan."
"Mengapa pemain sepak bola berbeda dengan orang lain? Kami adalah orang normal, seperti kebanyakan orang."
"Selain itu, saya belum mencapai apa-apa. Sepak bola adalah tentang memenangi gelar, dan saya belum meraih itu sejak menjadi pemain pro."
Gelar juara itu mungkin saja segera di lainnya bersama salah satu klub besar yang kini mengantri untuk mendapatkannya.
THE SUN | MIRROR