TEMPO.CO, Jakarta - Proses pengambilalihan kepemilikan Newcastle United yang semula menjanjikan masa depan cerah, meski menuai kontroversi, kini berbalik arah. Suram dan bisa saja The Magpies harus terus puas sebagai tim medioker dalam kendali pemilik lama, Mike Ashley.
Hal itu dimungkinkan karena ketidakpastian anggota keluarga kerajaan Arab Saudi untuk mengambil alih kepemilikan Newcastle United sekarang malah semakin dalam, setelah Arab Saudi memboikot beIN Sports, stasiun televisi dari Qatar yang merupakan mitra penyiaran Liga Primer Inggris.
Tayangan beIN Sports dilarang beredar di wilayah Arab Saudi pada Selasa, 14 Juli 2020. Padahal, perusahaan beIN Sports memiliki kontrak kerja saja penyiaran pertandingan Liga Primer Inggris senilai 500 juta pound sterling atau sekitar Rp 9,18 triliun sampai 2022.
Jauh sebelumnya, ketika proses pengambilalihan kepemilikan Newcastle United oleh anggota keluarga kerajaan Arab Saudi ini mencuat, banyak yang menentang, termasuk Qatar. Selain sejarah rivalitas politik, Qatar juga mengklaim stasiun televisi dari Arab Saudi, beoutQ, telah membajak siaran Liga Primer Ingris yang mereka tayangkan, selama tiga tahun.
Awalnya, sebuah konsorsium yang dipimpin Arab Saudi –melalui Saudi Arabia’s Public Investment Fund-, yang dilobi oleh Amanda Staveley dan Reuben Brothers, akan membeli kepemilikan Newcastle United dari pengusaha retail asal Inggris, Mike Ashley, dengan harga 300 juta pound sterling.
Setelah 16 pekan, proses pembelian Newcastle United itu belum menemukan titik terang apakah disetujui atau ditolak pengelola Liga Primer Inggris dan otoritas yang terkait dari pemerintahan Inggris.
Pelatih Newcastle United, Steve Bruce, mendesak direksi klub segera mengeluarkan keputusan untuk mengakhiri ketidakpastian itu: jadi diambil alih oleh konsorsium Arab Saudi atau tidak. “Kami membutuh sebuah keputusan,” kata Bruce. “Saya membutuhkannya, klub butuh, suporter butuh.”
CHRONIVAL LIVE | GUARDIAN