TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan CEO PT PSS (Putra Sleman Sembada), pengelola klub Liga 1 2020, PSS Sleman, Fatih Chabanto, melaporkan manajemen PT PSS ke Dinas Tenaga Kerja di Yogyakarta atas dugaan pelanggaran hak yang musti diterimanya.
Fatih mengaku sejak Maret 2020 tidak dibayarkan gajinya oleh manajemen PT PSS yang kini dimotori Marco Gracia Paulo selaku direktur utama.
Marco, menyandang jabatan dirut melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT PSS pada 9 Maret 2020. Selain Marco, jabatan komisaris utama diberikan kepada Agoes Projosasmito.
Baca Juga: Hasil Pertemuan Manajer Liga 1 Legakan PSS Sleman
Dalam RUPS, ternyata tidak membahas susunan pengurus di bawah direksi, termasuk jabatan CEO yang dijabat Fatih Chabanto. Namun Fatih mengaku sampai saat ini belum menerima surat resmi pencopotan atau penonaktifan dirinya sebagai CEO PT PSS.
Sehari setelah RUPS, Marco menghubungi Fatih dan minta bertemu. Dalam pertemuan, Marco menjelaskan bahwa jabatan CEO ditiadakan.
"Tapi, Marco justru minta agar saya ke Jakarta untuk membahas persoalan IPO dalam tiga tahun ke depan serta pengembangan bisnis pada tahun 2020 ini," kata Fatih, Kamis 13 Agustus 2020.
Beberapa hari kemudian Fatih ke Jakarta via Bandung karena kebetulan ada pertandingan tandang PSS ke Bandung tanggal 15 Maret 2020 di Liga 1 2020. Tiba di Jakarta, tak lama ada karantina wilayah akibat pandemi Covid 19. Saat karantina, hubungan Fatih dengan Marco masih terjalin walaupun tidak intens.
Pada 20 April 2020, tiba-tiba Fatih mendapat pesan melalui aplikasi Whats App dari asisten Marco, Glessen, yang menyatakan bahwa mobil operasional CEO harus dikembalikan. "Saya bilang tidak bisa. Karena, mobil operasional itu melekat pada CEO hingga akhir kontrak. Dalam kontrak jelas ada pasal bahwa CEO dapat mobil operasional," kata Fatih.
Sejak itulah, Fatih mengaku, komunikasi dengan Marco terputus. baik itu telepon, sms, Whats App maupun email. Meskipun begitu, dia tetap berinisiatif untuk selalu berkoordinasi dengan manajer leuangan PSS agar selalu memasukkan gaji atas namanya sebagai CEO.
Infomasi dari keuangan, nama Fatih selalu masuk dalam daftar yang berhak menerima gaji. Hanya saja, ketika eksekusi, gajinya selalu dicoret tanpa ada konfirmasi terlebih dulu dengan yang bersangkutan. "Saya tidak mengerti kenapa gaji saya dicoret? Sementara gaji karyawan lainnya dan pemain tetap diberikan," ujar Fatih.
Fatih juga menceritakan pada pertengahan Juni ada panggilan rapat mediasi yang difasilitasi oleh Dinas Tenaga Kerja DIY, antara manajemen PT PSS dengan mantan karyawan yaitu Ivan, Ester, dan Vebtin.
Saat itu, Marco meneleponnya dan meminta agar Fatih ikut mediasi via zoom agar permasalahan tersebut diselesaikan. Dalam percakapan telepon tersebut, Marco berjanji akan membereskan urusan keterlambatan gajinya. "Anehnya, setelah mediasi itu komunikasi terputus lagi. Saya berkali-kali telepon Marco selalu tidak aktif atau tidak diangkat, bahkan email, sms dan wa," katanya.
Hingga pertengahan Juli, Fatih yang sudah habis kesabarannya akhirnya mengajukan permohonan ke Disnaker DIY untuk memediasi dengan Marco.
Laporan itu ternyata diketahui Marco. Pada Minggu tanggal 2 Agustus, Marco menelepon Fatih dan minta agar persoalan ini dapat diselesaikan tanpa mediasi Disnaker DIY. "Saya diminta agar tidak melibatkan Disnaker dengan imbalan gaji saya selama tiga bulan akan dibayarkan. Saya pun menolak,” kata dia.
Sebab, lanjut Fatih, kewajiban PT PSS kepada CEO bukan hanya gaji tapi juga kewajiban lainnya yakni fasilitas rumah dan komisi pengembangan bisnis. “Dua hal ini ada di kontrak. Selain itu, juga ada penggantian reimburse selama tiga bulan dari Januari hingga Maret," ujar Fatih.
Fatih juga kecewa dengan sikap Marco yang hanya mengumbar janji saja. Marco janji bahwa gaji tiga bulan yang menjadi hak Fatih akan dibayarkan pada hari Jumat, 7 Agustus 2020. Tapi, kembali lagi, ternyata janji kosong. "Sejak hari Jumat itu, Marco tidak bisa lagi dihubungi. Bahkan, pihak Disnaker pun juga tak bisa menghubunginya,” kata Fatih, mantan pengurus pengelola klub sepak bola PSS Sleman.
PRIBADI WICAKSONO