Dia langsung menelepon Messi dan meminta untuk datang ke kantornya. Kepada Messi, Guardiola menunjukkan bahwa Real Madrid memiliki ruang kosong yang bisa dieksploitas di antara dua bek tengah dan gelandang bertahan. Di area itulah dia minta Messi bermain, bukan di sisi sayap seperti yang biasa dia mainkan.
Guardiola menempatkan Messi di belakang Samuel Eto'o yang berfungsi sebagai penyerang murni dan lebih mendekat dengan Thierry Hendy yang berada di sayap kiri.
Real Madrid memang sempat unggul lewat gol Gonzalo Higuain, tetapi itu tak bertahan lama. Begitu Guardiola menginstruksikan Messi bermain lebih ke tengah jalannya pertandingan berubah 180 derajat menjadi milik Barcelona.
Skema tersebut berjalan lancar. Dua bek Real Madrid, Fabio Cannavaro dan Cristpoh Metzelder, kebingungan melihat Messi bergonta-ganti posisi.
"Fabio dan saya saling memandang," kata Metzelder dalam buku biografi Pep Guardiola itu. "Kami seolah bertanya, `Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita harus mengikutinya ke tengah atau menjaga kedalaman?`. Saat itu kami benar-benar tak memiliki petunjuk."
Tak mendapat arahan dari pelatih, keduanya pun masuk ke dalam jebakan Pep Guardiola. Semua pergerakan yang mereka lakukan salah. Jika menjaga Lionel Messi, maka Henry dan Eto'o mendapatkan ruang. Melepaskan Messi pun bukan opsi yang baik.
Lionel Messi memulai perannya sebagai false nine dengan sangat apik. Umpan yang dia lepaskan tak mampu dihentikan Sergio Ramos, saat itu bermain sebagai bek kanan. Alhasil Henry tinggal berhadapan dengan Iker Casillas dan menyamakan kedudukan menjadi 1-1.
Pembantaian terhadap Real Madrid di Stadion Santiago Bernabeu pun dimulai. Lionel Messi menyumbang dua gol dan satu assist pada laga tersebut dan sejak saat itulah dia dikenal sebagai salah satu false nine terbaik di dunia.