PSSI Seperti Kurang Paham Aturan
Setelah dipusingkan dengan nasib liga yang masih abu-abu, PSSI malah membuat blunder saat menetapkan siapa yang berhak mewakili Indonesia di ajang Piala AFC 2021.
Awalnya PSSI mengumumkan bahwa Bali United dan Persija Jakarta akan menjadi perwakilannya di turnamen kasta kedua di Asia tersebut. Penunjukkan Persija inilah yang kemudian menuai polemik.
PSSI beralasan bahwa PSM Makassar yang seharusnya mendampingi Bali United karena juara Piala Indonesia 2018 tak lolos verifikasi klub profesional AFC, sebagai syarat mengikuti turnamen tersebut.
Federasi dengan entengnya menunjuk Persija Jakarta yang kala itu sebagai runner up Piala Indonesia 2018. Padahal secara aturan AFC sebuah klub bisa berlaga di kompetisi AFC jika memenuhi salah satu syarat yakni juara liga, juara turnamen (cup), peringkat kedua liga, peringkat ketiga liga, dan peringkat keempat liga.
Tak ada aturan yang menjelaskan bahwa peringkat kedua turnamen bisa menggantikan posisi sang juara apabila tak bisa tampil dalam ajang tersebut. AFC justru menjelaskan bahwa penggantinya adalah peringat teratas di kompetisi serta telah mengantongi lisensi klub profesional AFC.
Dari kasus tersebut Bali United (juara Liga 1 musim 2019) memang telah mengamankan satu tiket, sementara satu perwakilan lainnya PSM Makassar (juara Piala Indonesia 2018) terganjal lisensi sehingga otomatis gugur.
Berdasarkan peringkat Liga 1 musim 2019, di bawah Bali berturut-turut ada Persebaya, Persipura, Bhayangkara, dan Persib Bandung. Persebaya juga tak lolos verifikasi AFC. Dengan begitu, yang berhak mendampingi Bali United adalah Persipura.
PSSI yang kalang kabut sempat menyatakan bahwa keputusannya telah disampaikan ke AFC. Kalaupun mau direvisi harus menunggu penentuan keputusan dari AFC itu sendiri.
Namun belakangan diketahui, AFC menegur PSSI untuk taat pada aturan terutama soal penetapan Persija Jakarta. Pada akhirnya PSSI mengakui kesalahan tersebut dan meminta maaf pada manajemen Persipura dan akhirnya menunjuk tim berjuluk Mutiara Hitam itu mendampingi Bali United.
Lantas apakah masalah telah berhenti di situ? Tentunya masih banyak dagelan-dagelan lain yang mungkin akan membuat kita hanya bisa geleng-geleng kepala.
Mulai dari persiapan kompetisi yang mepet jika jadi digelar Februari, aturan yang dilanggar sendiri, atau bahkan menjadi polisi moral bagi mereka yang menyambung hidup dari bermain liga antar kampung (tarkam). Semoga kita bukan masyarakat pelupa, siapa dalang di balik itu semua.