Belanja banyak demi mengubah nasib
Direksi Chelsea yang menahan diri tidak aktif pada jendela transfer Januari 2020 meskipun larangan transfer dikurangi dari dua jendela menjadi satu jendela, membuka buku ceknya dalam upaya mempercepat perjalanan klub ke level tertinggi.
Mereka berhasil mengatasi masalah yang muncul , namun belanja besar-besaran itu telah menaikkan ekspektasi terhadap tim.
Ada kelemahan dalam barisan serang mereka. Chelsea menempati peringkat ke-16 di Liga Premier pada 2019/2020 dalam soal memaksimalkan peluang gol. Hal ini memicu belanja sebesar 153 juta pound untuk menarik Timo Werner, Hakim Ziyech dan Kai Havertz yang total menyumbangkan 46 gol dan 26 assist musim sebelumnya.
Chelsea rawan dalam bola mati dan serangan balik. Musim lalu, hanya enam tim Liga Premier yang mengalahkan Chelsea dalam hal kebobolan yang lebih banyak akibat tendangan bebas dan sepak pojok. Tak ada tim yang kebobolan lebih dari delapan gol akibat fast break seperti dialami Chelsea.
The Blues lalu merekrut bek tengah berpengalaman dari Paris St-Germain, Thiago Silva, dalam status bebas transfer tetapi dengan gaji lumayan besar, sedangkan Ben Chilwell yang dibeli seharga 50 juta poud menjadi pilihan pertama di bek kiri.
Kepa Arrizabalaga yang berkinerja buruk dalam menjaga gawang Chelsea digantikan oleh Edouard Mendy yang dibeli seharga 22 juta pound.
Dua kemenangan dalam enam pertandingan pembuka Liga Premier sempat memicu kekhawatiran tetapi begitu catatan berubah menjadi tak terkalahkan dalam 16 pertandingan pada semua kompetisi di mana Chelsea menjuara fase grup Liga Champions dan naik ke puncak klasemen awal Desember, tampaknya Chelsea sudah berada di jalur cepat menuju sukses.
Lampard tidak mau gegabah dan tetap hati-hati. Satu kemenangan dalam enam pertandingan berikutnya di Liga Premier menghadirkan reality check kepada penggemar Chelsea yang sekaligus membuat tim ini meluncur lagi ke bawah.
Dia kembali harus menerima kenyataannya timnya kembali tampil buruk saat dikalahkan Leicester, setelah menang melawan 10 pemain Fulham membangkit lagi asa mereka.
Tak ada kemajuan
Kekalahan dari Manchester City dan Leicester membuat Chelsea tak pernah menang dalam enam pertandingan melawan tim-tim yang saat ini menduduki posisi klasemen di atas mereka. Ini statistik yang mencerminkan taktik sang pelatih kepala keliru.
Gonta ganti formasi tim yang terus terjadi selama beberapa pekan terakhir ternyata tak membantu banyak. Antonio Rudiger yang sudah lama tak dipakai dipromosikan lagi sebagai bek tengah pilihan pertama, Jorginho tiba-tiba kembali ke lini tengah. Lampard bahkan memasang tidak kurang dari 17 kombinasi front three-nya selama pertandingan Liga Premier dan Liga Champions.
Kebobolan makin sering terjadi, rentan bola mati tetap menjadi penyakit, dan menyia-nyiakan peluang terus berlanjut, padahal uang sudah dikeluarkan besar sekali untuk mengatasi semua itu. Akibatnya, tim pun melorot ke posisi kesembilan dalam klasemen Liga Premier setelah mengemas 29 poin. Itu lima tempat dan tiga poin lebih buruk ketimbang yang dicapai Chelsea pada periode sama musim lalu.
Itu statistik yang menjadi pukulan keras untuk taktik yang diadopsi Lampard dan staf pelatihnya. Petunjuk bahwa performa bakal membaik kembali pun sulit ditemukan. Dan ini menjadi fakta yang tercatat dalam siaran pers Chelsea saat mengumumkan pemecatan Lampard.
Roman Abramovich dan direksi Chelsea tak memperkirakan keadaan ini apalagi mereka telah menginvestasikan lebih dari 200 juta pound untuk musim ini.
Alasan Lampard bahwa rekrutan-rekrutan anyar itu belum bisa mengubah performa Chelsea karena ditimpa cedera, virus corona dan masih beradaptasi dengan Liga Premier, tak begitu diterima manajemen.
Tetapi yang paling tidak bisa dikendalikan oleh Lampard adalah waktu. Dia tidak akan menikmati buah dari benih yang sudah dia semai di Chelsea.
Semua pembelaan dirinya terus dimentahkan oleh hasil pertandingan dan oleh karena tidak adanya rencana yang jelas untuk membangkitkan lagi tim.
Meski begitu pemecatan Lampard tetaplah mengejutkan mengingat status dia di Stamford Bridge, tantangan yang selama ini dia hadapi, waktu yang relatif singkat sebagai pelatih, dan terjadi tak lama setelah Chelsea sempat menduduki puncak klasemen musim ini.
Dan Chelsea kembali memperlihatkan perlakuan bengis terhadap manajer yang berkinerja buruk.
Eksperimen bagi pendekatan yang lebih sabar dan berjangka panjang pun berakhir. Kini, perburuan sang pengganti Frank Lampard demi menciptakan dampak instan pun mulai.