TEMPO.CO, Jakarta - Timnas Italia menjalani rollercoaster yang ekstrim. Delapan bulan lalu, mereka dielu-elukan karena berhasil menjuarai Euro 2022. Kini, mereka terperosok ke jurang dan gagal lolos ke Piala Dunia untuk kedua kalinya secara beruntun.
Musim panas lalu nyaris semua pandit sepak bola satu per satu bergantian menyampaikan puja puji atas keberhasilan Azzurri menjuarai EURO 2020. Sosok Roberto Mancini dipuji setinggi langit karena mampu merevolusi tim dan membangkitkan dari kegagalan lolos ke Piala Dunia 2018.
Kini, kegagalan lolos ke putaran final Piala Dunia justru mereka alami lagi. Berdasarkan hasil undian playoff kualifikasi Piala Dunia 2022 zona Eropa, Italia bertemu dengan Makedonia Utara di semifinal Jalur C. Pertandingan itu tak ubahnya sebuah duel antara tim juara Eropa dan tim yang baru saja melakoni debut mereka di turnamen internasional pada musim panas lalu.
Secara komposisi tim, Italia seharusnya tidak kesulitan untuk melewati Makedonia Utara dan kemudian menciptakan final playoff Jalur C yang ideal menghadapi Portugal nantinya.
Nyaris sepanjang laga di Stadion Renzo Barbera, Palermo, Kamis (24 Maret), Gli Azzurri begitu mendominasi permainan seperti diperlihatkan statistik pertandingan di mana mereka memiliki tak kurang dari 65 persen penguasaan bola dan melepaskan sedikitnya 32 kali percobaan tembakan.
Ekspresi pemain timnas Italia, Domenico Berardi di akhir laga babak playoff kualifikasi Piala Dunia melawan Makedonia Utara di Stadion Renzo Barbera, Italia, 24 Maret 2022. Dua kegagalan beruntun itu baru pertama kali timnas Italia alami. REUTERS/Guglielmo Mangiapane
Segala dominasi itu, ditambah kehadiran pemain terbaik Eropa 2020/21 Jorginho dan pemain terbaik EURO 2020 Gianlugi Donnarumma di bawah mistar gawang, nyatanya tak cukup untuk menghindarkan publik penggemar sepak bola Italia dari salah satu kekecewaan terbesar mereka abad ini.
Ketika bola umpan sodoran Bojan Mioski diakhiri dengan sebuah tendangan spekulatif Aleksandar Trajkovski dari luar kotak penalti dan bersarang ke gawang Italia, publik tuan rumah marah sementara para pemain mereka dihantam tertunduk lesu atas kenyataan pahit itu.
Andai saja Ciro Immobile bisa mengendalikan lebih baik kekuatan tembakannya di awal laga, mungkin Italia akan menjalani pertandingan yang lebih nyaman. Andai saja Domenico Berardi bisa memanfaatkan satu saja dari empat percobaannya termasuk saat diberi bola cuma-cuma oleh kiper Stole Dimitrievski, mungkin Italia akan menciptakan final playoff ideal di Jalur C.
Tetapi laiknya hidup, sepak bola bukanlah tentang perandaian hal-hal yang mungkin terjadi. Maka Mancini, Jorginho, Donnarumma, Immobile, dan Berardi harus menerima kenyataan bahwa sekali lagi mereka hanya akan menonton dari layar kaca ketika putaran final Piala Dunia berlangsung.
Selanjutnya: Menuju Puncak dan Jurang Revolusi