TEMPO.CO, Jakarta - Dua hari setelah Tragedi Kanjuruhan, sekitar 20 orang anggota Polri menelusuri Pintu 10 Stadion Kanjuruhan, Malang. Sebagian berbaju warna jingga bertuliskan Inafis atau Indonesia Automatic Fingerprint Identification System Polri. Adapula yang berpakaian biru dongker dengan tulisan di punggung Labfor atau Laboratorium dan Forensik.
Sebelum mereka menelusuri dan mencari berbagai bukti di Pintu 10, tim Inafis dan Labfor Polri ini telah melakukan pengecekan ke beberapa ruangan lain di stadion yang berada di Kabupaten Malang itu. Penelusuran itu dilakukan untuk bisa mengungkap penyebab kematian sebanyak 125 orang suporter Arema (menurut data Polri) usai terjadinya Tragedi Kanjuruhan.
Tragedi itu terjadi setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Liga 1. Laga yang berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Sabtu malam, 1 Oktober 2022, itu berakhir dengan kekalahan tim tuan rumah 2-3.
Senin siang, tepat pukul 11.05 WIB, tim khusus ini mulai berbagai tugas. Ada yang mengangkat sebuah alat yang menunjukkan angka 14 ketika ditempel ke sudut dinding, lalu diubah ke angka 15 ketika bergeser ke sudut lainnya. Sekitar dua orang bertugas mengambil gambar dengan kamera.
Anggota Polri menelusuri Stadion Kanjuruhan, Malang, setelah Tragedi Kanjuruhan, Senin, 3 Oktober 2022. TEMPO/Irsyan Hasyim.
"Ini ada kode intelejen, karena di pintu ini ada darah," kata salah dari anggota tim tersebut, sambil menunjuk sebuah titik berwarna hitam pada sebuah dinding yang bertuliskan No Justice, No Peace, ACAB, 3 Oktober 2022.
Dalam melakukan pemeriksaan, Tim Inafis dan Labfor tidak memberikan penjelasan apapun perihal hasil temuannya. Mereka terlihat mulai meninggalkan area Stadion Kanjuruhan sekitar pukul 12.15 setelah melakukan penelusuran dan pemeriksaan sekitar 2 jam.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo, korban meninggal terbanyak berada di antara Pintu 10,11, 12, dan 13. Lokasi ini pun kini dipasangi garis polisi. Khusus di Pintu 10 terdapat ceceran darah yang telah mengering di anak tangga yang menghubungkan antara tribun dan pintu berwarna biru yang terbuat dari besi.
Seperti kesaksian salah satu Aremania, Dito Suryo Prasetyo, yang menuturkan bahwa tembakan gas air mata diarahkan ke sisi Tribun VIP. "Tembakan gas air mata terparah itu di sisi kanan Tribun VIP, itu yang sejajar dengan pintu 10 sampai 13," ujar Dito saat ditemui Tempo di rumahnya di Malang, 2 Oktober 2022.
Pintu 10 Stadion Kanjuruhan, Malang, dua hari setelah Tragedi Kanjuruhan, Senin, 3 Oktober 2022. TEMPO/Irsyan Hasyim
Dito yang berada di Tribun VIP, dapat melihat secara langsung kepanikan yang terjadi di area yang diisi mayoritas oleh kelompok suporter Arema Curva Sud tersebut ketika tragedi terjadi. Pria berusia 34 tahun ini juga menyaksikan penembakan gas air mata juga berlangsung di ribun papan skor yang sebagian besar ditempati oleh Aremania dan Curva Nord. "Kalau di Tribun VIP, kita tidak ditembaki, tapi bau menyebar sampai tribun kami waktu itu," ujarnya.
Ia melanjutkan, Tribun VIP tidak banyak korban karena ada sebuah ruangan tertutup di belakang tribun yang dijadikan ruang evakuasi. Menurut Dito, ketika bau gas air mata mulai menyebar ke seluruh stadion, suporter yang berada di sekitarnya bisa masuk ke ruangan tersebut dan mengakses air bersih yang sedang mengalir dari toilet. "Ruangan itu dan air mengalir yang menyelematkan banyak teman-teman yang berada di Tribun VIP," ujarnya.
Kesaksian Trisman yang sempat menolong korban tetapi tidak bisa diselamatkan.