TEMPO.CO, Jakarta - Anggota TGIPF Tragedi Kanjuruhan, Akmal Marhali, mengatakan bahwa PSSI telah dimintai keterangan soal tragedi di Stadion Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu, yang mengakibatkan 132 orang meninggal dan ratusan orang luka-luka. Pemeriksaan berlangsung di Kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, pada Selasa, 11 Oktober 2022.
Dalam pertemuan tersebut, Federasi Sepak Bola Indonesia itu menegaskan bahwa mereka bukan pihak yang bertanggung jawab untuk insiden tersebut. PSSI, kata Akmal, memberikan pemaparan.
"PSSI datang dan menyampaikan pemaparan langsung defense, seolah-olah mau diserang," kata Akmal saat dihubungi Tempo, Rabu, 12 Oktober 2022.
Hal itu tak sesuai dengan harapan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang diketuai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD. "Sedangkan kita memanggil PSSI ingin mendengarkan keterangan-keterangan dari mereka, apa yang menyebabkan tragedi Kanjuruhan," ujarnya.
"Lebih banyak defense dengan menyatakan PSSI bukan yang bertanggung jawab, ini sebenarnya yang disayangkan," kata Akmal.
Baca Juga: Saat PT LIB dan Stasiun TV Saling Lempar Soal Jadwal Liga 1 Arema FC vs Persebaya
Akmal Marhali. Instagram/akmalmarhalie
Anggota TGIPF ini berharap PSSI tampil ke publik untuk meminta maaf terkait insiden yang terjadi Stadion Kanjuruhan tersebut, sehingga masyarakat bisa melihat ada keseriusan mereka dalam membangun sepak bola Indonesia.
"Kami berharap PSSI bisa menyampaikan permohonan maaf, menyampaikan apa yang menjadi rencana-rencana ke depan untuk perbaikan sepak bola Indonesia. Kemudian masyarakat bisa menerima pesan itu dan menilai ada keserisuan membangun sepak bola Indonesia jadi lebih baik, tidak ada lagi korban jiwa, kami minta itu disampaikan kepada publik," tuturnya.
Menurut Akmal, akan sangat disayangkan PSSI tidak segara meminta maaf. Di sisi lain, kata dia, polisi malah sudah meminta maaf dengan sujud berjamaah.
"Kita lihat saja dalam satu hingga tiga hari ke depan, apakah PSSI meminta maaf atau tidak. Kalau tidak menyampaikan saya pkir akan sangat disayangkan," katanya.
Akmal juga menilai PSSI merasa tidak bersalah dalam kasus ini. Mereka berlindung di balik regulasi PSSI Pasal 3 ayat 1 d bab mengenai 'Tanggung Jawab Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI tahun 2021'.
"Mereka tidak ingin dalam posisi yang bertanggung jawab dalam kasus ini. TGIPF sejatinya ingin PSSI secara moral menyampaikan permintaan maaf kepada publik kemudian juga ikut bertanggung jawab, disampaikan secara verbal karena setidaknya memberikan simpatilah, kalau kemudian sampai saat ini tidak disampaikan secara verbal, wajar kemudian ada tuntutan mundur Ketua Umum," ujar dia.
"Kalau menurut saya aturan itu kan turunan (3 ayat 1 d bab Tanggung Jawab Regulasi Keselamatan dan Keamanan PSSI tahun 2021). Sedangkan dalam Statuta PSSI menyatakan, tugas organisasi PSSI menyelenggarakan dan mengawasi setiap kegiatan sepak bola, artinya jika ada hukum yang lebih tinggi maka hukum lebih rendah akan gugur," katanya.
Tragedi Kanjuruhan terjadi setelah pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober lalu. Sejumlah suporter turun ke lapangan setelah tim tuan rumah kalah 2-3 dan petugas keamanan dari Polri dan TNI menangani situasi itu dengan menembakkan gas air mata ke lapangan dan tribun sehingga banyak orang menjadi korban dalam kejadian itu.
TGIPF Tragedi Kanjuruhan dibentuk untuk melakukan investigasi kejadian itu. Mereka akan menyerahkan rekomendasi hasil investigasi yang dilakukan kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada Jumat, 14 Oktober 2022.
Rekomendasi dari TGIPF Tragedi Kanjuruhan itu akan digunakan oleh Presiden Jokowi untuk melakukan review terhadap sepak bola Indonesia bersama FIFA pada Senin, 18 Oktober 2022.