TEMPO.CO, Jakarta - Ketika Walid Regragui ditunjuk sebagai pelatih kepala timnas Maroko menggantikan pelatih asal Bosnia, Vahid Halilhodzic, pada 31 Agustus lalu, para pakar yang kecewa menyebutnya "kepala alpukat" sebagai cemoohan yang meremehkan.
Baca: Piala Dunia 2022: Kemenangan Timnas Maroko Sumber Kebanggaan bagi Orang Arab
Namun berkat Regragui, 47 tahun, Maroko menjadi negara berbahasa Arab pertama yang mencapai perempat final Piala Dunia. Kini alpukat mungkin saja menjadi buah favorit bangsa ini.
Regragui yang sebelumnya tidak dikenal, yang memimpin klub Wydad menjuarai Liga Maroko dan Liga Champions CAF musim lalu, menjadi otak kemenangan Maroko atas Spanyol di babak 16 besar pada Selasa malam, 6 Desember 2022.
Tim berjulukan Singa Atlas itu memiliki pertahanan yang kuat, membuat Spanyol menguasai bola tanpa mengancam bahaya, sebelum memenangkan adu penalti yang akan mempertemukan mereka dengan Portugal di perempat final.
Maroko pertama kali menarik perhatian di Piala Dunia 2022 Qatar dengan hasil imbang tanpa gol di babak penyisihan Grup F melawan Kroasia, runner-up empat tahun lalu.
Lahir di Corbeil-Essonnes, Prancis, Regragui bermain untuk timnas Maroko. Selama menjadi pemain, ia antara lain memperkuat Toulouse, AC Ajaccio, dan Grenoble (Prancis), serta Racing Santander (Spanyol).
Di timnas Maroko, ia berbicara tentang bagaimana timnya harus mengembangkan mentalitas pemenang. Hal itu terlihat saat Hakim Ziyech mengalahkan tim peringkat kedua Dunia Belgia 2-0, sebelum mengalahkan Kanada 2-1 dalam pertandingan terakhir. Kemenangan itu menjadikan Regragui pelatih negara Arab pertama yang memimpin timnya ke babak sistem gugur.
“Saya mengatakan kepada (para pemain saya) kami harus bangga dengan diri kami," kata Regragui. "Ini kesempatan yang tidak mungkin terulang. Sayangnya, saya tidak bermain di Piala Dunia. Tuhan kini memberi saya kesempatan untuk mengukir sejarah sebagai pelatih. Saya adalah orang paling bahagia di dunia," katanya.
"Saya pikir orang Afrika bisa melangkah jauh, mengapa tidak bermimpi memenangi piala? Kami ingin generasi berikutnya berani bermimpi.”
Sejak menit pertama melawan Spanyol, mereka yang akrab dengan sepak bola Maroko merasa bahwa juara dunia 2010 itu memiliki malam yang panjang di depan mereka.