Aparat hukum saat ini sedang meneliti 200 pertandingan di liga-liga Eropa yang dicuriga terjadi pengaturan hasil pertandingan. Dari jumlah itu, 32 pertandingan di Jerman dan 18 diantaranya terjadi di divisi empat, divisi paling rendah.
Salah satu yang terkena dampak kasus ini adalah klub SSV Ulm karena tiga pemainnya terlibat. Ulm ini mewakili gambaran klub-klub kelas bawah Eropa. Penggemar sedikit, media tidak tertarik, dan sponsor enggan datang.
Puluhan klub devisi rendah itu terjerat utang. Pemain ini kadang hanya mendapat 150 euro (Rp 2 juta) sebulan alias gaji mininum resmi di luar bonus pertandingan yang jumlahnya terbatas.
Beberapa klub begitu miskin sehingga klub kadang menjanjikan para pemain itu dengan pekerjaan dari perusahaan sponsor jika sudah pensiun. Cara lain adalah memberi uang latihan untuk membeli bensin para pemain.
Gaji tertinggi pemain Ulm saat ini 3.650 euro (Rp 51 juta) perbulan. Rata-rata 1.800 euro (Rp 25 juta). Ada beberapa yang bergaji minimal, 200 euro (Rp 2,7 juta). Mereka juga mendapat uang tanding 150 euro (Rp 2 juta) ditambah bonus kemenangan.
Untuk ukuran Indonesia, gaji itu mungkin dianggap tinggi. Tapi di Jerman, itu bukan gaji yang tinggi. Gaji rata-rata pemain Ulm itu sedikit lebih rendah dari gaji rata-rata mekanik mobil atau tukang pos saja sekitar 2.000 euro (Rp 28 juta).
Tak heran, pelatih Ulm, Raft Becker, mengatakan dengan lebih keras; "Mereka semua (para pemainnya) berpotensi terlibat."
Becker mengatakan gaji itu kecil sedang judi sepakbola beromzet sangat besar. Tak heran, Becker pun ingin agar judi sepakbola di divsi empat dilarang sepenuhnya.
Kalau di divisi atasnya, pengaturan skor lebih susah. Pertama ada rekaman televisi. Selain itu, liga lebih atas para pemain mendapat gaji dan bonus lebih bagus, sehingga lebih susah ditembus.
Sedang tekanan sepakbola profesional, baik divisi empat atau Bundesliga di divisi paling top mereka miliki: takut cidera, takut tidak diturunkan dalam pertandingan, tegang selama 90 menit di lapangan setiap pekan, dan pensiun pada umur 35 tahun.
Dengan tekanan seperti itu, gaji mereka kecil. Berbeda dengan pemain divisi teratas, Bundesliga. "Pemain Bundesliga digaji setidaknya lebih banyak 10 atau 20 kali," katanya.
Tiga pemain Ulm yang dipecat, semua dari Kroasia-- Davor Kraljevic, Dinko Radojevic, dan Marijo Marinovic, dipecat. Mereka mendapat gaji paling tinggi di klub yakni antara 3.000-4.000 euro (Rp 40-55 juta).
Jika klub itu menang, mereka mendapat bonus 350 euro (Rp 5 juta) tapi belum dipotong pajak. Jika mereka disuap sehingga timnya kalah, mereka akan mendapat 5.000 euro (Rp 67 juta) kontan.
"Perhitungan mereka begini," kata seorang pejabat yang mengetahui kasus suap ini, "Dibayar mahal jika kalah atau murah jika menang."
Tiga pemain itu berada dalam posisi strategis: bek tengah, gelandang tengah, dan penyerang. Poros langsung dari depan sampai belakang. Beberapa orang Ulm sekarang menyebutnya sebagai "Poros Setan".
Marinovic tidak menjaga pertahanan dengan baik. Ia malah menyentuh bola di kotak penalti sehingga Kassel menang 3-0 musim lalu. Radojevic, penyerang utama klub, gagal menendang penalti melawan Darmstadt. Kraljevic terlibat suap yang dilakukan oleh Ante Sapina, mafia suap Kroasia terkenal.
Sebelum kasus terungkap, banyak pemain Ulm yang bingung mengapa hasil pertandingan sering aneh. Di malam sebelum polisi mengumumkan membongkar kasus suap, para pemain makan malam bersama. Saat makan malam itu, seorang pemain, Florian Treske, mengatakan, "Kami semua berusaha memahami mengapa kami sering kali kalah saat di babak pertama unggul 1-0."
NYT/WORLDSALARIES.ORG/NURKHOIRI