TEMPO Interaktif, Malang - Manajemen Arema Indonesia membutuhkan dana segar antara Rp 25 miliar sampai Rp 30 miliar untuk membiayai tim Singo Edan berkiprah di tiga kompetisi sekaligus.
Direktur Bisnis PT Arema Indonesia Siti Nurzanah mengatakan, kebutuhan Rp 30 miliar dianggap sangat wajar dan realistis karena pada 2010 dan 2011 Arema harus mengarungi Liga Super Indonesia, Piala Indonesia, dan Liga Champion Asia—karena Arema jadi juara Liga Super. Kebutuhan anggaran itu naik dari tahun 2009 yang sekitar Rp 25 miliar.
“Setelah Arema jadi juara, kebutuhan anggaran ikut naik. Sekarang harga-harga pada naik. Itu sudah termasuk memperhitungkan angka inflasi. Lagi pula, kebutuhan rata-rata tiap klub segitu. Bedanya, Arema tidak dibiayai dari APBD (anggaran pendapatan dan belanja daerah),” kata Siti kepada Tempo di ruang kerjanya, Rabu (11/8).
Rata-rata kenaikan pada tiap item kebutuhan mencapai 25 persen dari kebutuhan tahun 2009. Ia mencontohkan, tahun lalu, mengeluarkan dana trasportasi pesawat berkisar Rp 1 miliaran, sewa bis antara Rp 22-23 juta sekali pakai pulang-pergi, akomodasi Rp 700-800 juta, serta pemenuhan gizi tim pelatih dan pemain Rp 1 miliaran. Anggaran terbesar terpakai untuk mengontrak dan menggaji pelatih dan pemain dengan total kisaran Rp 14 miliar.
Diperkirakan kebutuhan anggaran terbesar juga untuk pelatih dan pemain. Mayoritas pemain dinaikkan harga kontraknya. Khusus pelatih dan pemain asing, mungkin akan dikontrakkan rumah atau menyewa kamar hotel. Arema akan dilatih pelatih asal Ceko, Miroslav Janu, setelah pelatih lama asal Belanda, Robert Rene Alberts, dikontrak PSM. Janu pernah melatih Arema pada musim 2007-2008.
Semua kebutuhan itu bisa berkurang jika ada sponsor utama yang bersedia membiayai Arema dengan duit Rp 15 miliar. Kekurangan biaya diusahakan dari sponsorship emblem di kostum pemain. Dia mencontohkan, di kostum bagian dada dipatok Rp 10 miliar. Untuk lengan harganya Rp 2 miliar dan tentu saja dengan ukuran logo sponsor yang paling kecil. Bagian punggung harganya Rp 5 miliar. Sedangkan ruang untuk pemasangan logo di celana pemain berharga Rp 1 miliar.
Dia menukas, seluruh harga yang ditawarkan masih bisa dinegoisasikan. Keuntungan yang diberikan manajemen kepada calon sponsor tak lain branding yang kuat karena Arema merupakan salah satu klub terbaik di Indonesia, dengan jumlah suporter yang besar. Bahkan, katanya, jumlah Aremania merupakan yang terbanyak di Asia.
Di luar sponsor, sumber pendapatan Arema berasal dari penjualan tiket yang ditaksir menghasilkan rata-rata 30 persen dari tiap pertandingan. Sebagai gambaran, manajemen meraup rata-rata Rp 80 juta dari 17 laga kandang. Bahkan, saat berlaga lawan ”saudara tua” Persema Malang, manajemen mendapat pemasukan hingga Rp 1 miliar lebih.
Jika diasumsikan satu pertandingan menghasilkan pemasukan Rp 800 juta, maka terakumulasi pemasukan sebesar Rp 13,5 miliar sampai Rp 14 miliar untuk semusim kompetisi. Itu belum termasuk pemasukan dari penjualan hak siar sekitar Rp 30 juta per pertandingan. Jika ada sepuluh kali siaran langsung pertandingan Arema seperti musim lalu, maka manajemen mendapat pemasukan Rp 300 juta.
Upaya lain yang ditempuh manajemen adalah meluncurkan hang tag resmi Arema, berupa sistem royalti penjualan atribut-atribut Arema. Diperkirakan manajemen mendapat pendapatan antara Rp 250 juta sampai Rp 300 juta. Total, diperkirakan pendapatan Arema untuk satu musim bisa mencapai Rp 15 miliar.
Bagaimana dengan Bentoel? Siti menjawab urusan sponsorship langsung ditangani Direktur Utama PT Arema Indonesia merangkap Ketua Yayasan Arema, Muhamad Nur. Sedangkan Siti hanya bertugas membuatkan proposal. Musim lalu Bentoel memberikan dana sponsor sebesar Rp 7,5 miliar. Pencairan dananya dilakukan dalam beberapa termin.
Abdi Purmono