TEMPO Interaktif, Jakarta - Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia meminta klub-klub peserta Liga Super Indonesia membatasi penggunaan dana anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk belanja pemain. PSSI menegaskan agar klub melakukan prioritas penggunaan APBD untuk membenahi fasilitas stadion dan pembinaan pemain usia muda.
"Rata-rata klub itu pakai dana APBD Rp 10-18 miliar termasuk untuk belanja pemain. Hal seperti itu tidak sehat, klub harus bisa mengurangi penggunaan APBD. Selama ini mereka seperti dimanjakan karena tinggal meminta dan dapat uang dengan mudah," kata Sekretaris Jenderal PSSI Nugraha Besoes, Selasa (31/8).
PSSI sudah menyampaikan masalah pembatasan APBD kepada perwakilan klub-klub Liga Super. Ternyata hal itu menimbulkan resistensi dari klub dengan alasan banyak yang belum siap jika mengikuti kompetisi tanpa penggunaan APBD. "APBD itu seharusnya diutamakan untuk perbaikan lapangan dan pembinaan pemain usia muda. Tapi ternyata banyak klub yang pakai APBD untuk beli pemain termasuk yang asing," kata Nugraha.
Untuk sementara PSSI masih mengijinkan klub memakai akan membuat panduan untuk pembatasan penggunaan APBD yang bisa dipakai klub. Nantinya klub hanya diijinkan memakai Rp 500 juta dari APBD untuk membeli satu pemain asing ada pun yang lokal dibanderol sebesar Rp 300 juta dari APBD. "Dalam tiga tahun ke depan, hanya 30 persen dana APBD yang diterima klub boleh dipakai untuk beli pemain," kata Nugraha.
Nugraha mengatakan PSSI tidak bisa memaksa klub secara ekstrim untuk langsung menghentikan penggunaan APBD. Klub ternyata masih membutuhkan waktu transisi sebelum beralih menjadi benar-benar profesional. "Kami hanya bisa memberikan himbauan bagi klub agar tidak memakai APBD. Harus ada ketegasan dari pemerintah daerah mengenai penggunaan APBD ini," katanya.
Sebelumnya, PT Liga Indonesia pernah mengeluarkan aturan bagi para klub Liga Super agar membatasi penggunaan APBD dalam belanja pemain. Ketergantungan klub pada APBD diharapkan bisa selesai 2012 mereka memulai bisnis sepak bola secara profesional.
Gabriel Wahyu Titiyoga