UEFA beralasan hal ini dilakukan untuk mencegah suporter membawa terompet ke stadion pada setiap pertandingan di 53 negara. Mereka mengatakan membuat keputusan pelarangan untuk melindungi budaya dan tradisi nyanyian yang biasanya digemakan para suporter di tiap pertandingan dari efek negatif alat musik dari Afrika Selatan itu.
“UEFA merasa penggunaan terompet yang telah menyebar tidak akan diizinkan di Eropa,” tulis UEFA dalam pernyataan resminya, Kamis (2/9).
Vuvuzela menjadi tradisi di setiap pertandingan Piala Dunia Afrika Selatan. Selama jalannya pertandingan bunyi terompet yang mencapai 130 desibel itu terus ditiupkan. Tapi FIFA menolak untuk melarang penggunaannya meski banyak permintaan dari pemain dan stasiun televisi. Mereka mempertahankan argumennya bahwa terompet itu adalah bagian dari budaya sepak bola di Afrika Selatan.
Namun setelah Piala Dunia, penggunaan vuvuzela dilarang di setiap pertandingan seperti Kejuaraaan Dunia basket, ajang sofbol Little League World Series dan kebanyakan klub-klub Liga Primer Inggris.
Otoritas sepak bola mengakui bahwa vuvuzela memang mempunyai tempat di dalam budaya sepak bola dunia. “Dalam konteks spesifik di Afrika Selatan, vuvuzela menambah sebuah sentuhan rasa lokal dan folklor,” kata UEFA sebelum nemabhakan bahwa mereka aka mengubah atmosfer pertandingan yang biasanya terdapat dalam pertandingan-pertandingan sepak bola di Eropa.
AP | bgs