“Kita ini bangsa yang dibangun dengan kebanggaan pada awalnya,” kata Imam kepada Tempo, Ahad (19/12). Saat Indonesia berdiri, kata dia, pemimpin republik mulai menumbuhkan kebanggaan rakyatnya dengan pidato-pidato soal kebesaran bangsa. “Pemimpin besar dengan orasi-orasi besar,” ujarnya.
Selanjutnya, Presiden Soekarno mengokohkannya dengan proyek-proyek mercusuarnya, seperti pembanguan Monumen Nasional, Stadion Senayan (kini Gelora Bung Karno), dan Mesjid Istiqlal. “Kita juga punya menteri yang pintar-pintar,” katanya mencontohkan.
Namun, kata dia, kebanggaan itu tergerus oleh, antara lain, korupsi, persoalan-persoalan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, prestasi olahraga yang cekak, daya saing dengan negara lain, dan lambatnya pertumbuhan ekonomi. “Akhirnya kita mengidap culture of humiliation,” ujarnya.
Terpuruk di pelbagai bidang, lanjut Imam, membikin bangsa Indonesia haus prestasi, termasuk dalam bidang sepak bola. “Siapa tahu sepak bola ini jadi jalan keluar untuk memperoleh kebanggaan,” ujarnya. “Meski hanya pelipur lara sebab gebrakan-gebrakan besar dari pemimpinnya tidak ada.”
Lantaran menggantungkan harapan selangit pada tim nasional, Imam mengatakan bila Indonesia malam ini kalah dari Filipina dan tak lolos ke final Piala AFF Suzuki, bangsa Indonesia akan sangat kecewa. “Bangsa ini akan terpukul kalau tim nasional kalah,” ujarnya.
ANTON SEPTIAN