Juru bicara Persik Nur Muhyar mengatakan upaya manajemen untuk bisa mandiri dan lepas dari APBD sebenarnya terus dilakukan. Hanya saja upaya tersebut justru semakin sulit seiring merosotnya prestasi kesebelasan ini ke Divisi Utama. “Semakin sulit mencari sponsor,” kata Nur Muhyar kepada Tempo, Senin (10/1).
Sejak dikelola secara profesional oleh mantan Wali Kota Kediri HA Maschut bersama menantunya Iwan Boedianto tahun 2002 silam, Persik terus mengandalkan APBD sebagai satu-satunya sumber dana. Bahkan meski sempat didukung perusahaan rokok PT Gudang Garam yang bermarkas di Kediri hingga miliaran rupiah, klub tersebut terus menerus menyusu pada keuangan daerah.
Penggunaan dana pemerintah ini semakin besar ketika Persik berhasil menjuarai Liga Indonesia pada tahun 2003. Pembelian pemain bintang dengan banderol hingga di atas Rp 1 milyar menjadi alasan utama penggunaan anggaran pemerintah besar-besaran.
Nur Muhyar mengatakan kemandirian Persik untuk lepas dari APBD dalam jangka panjang belum bisa dilakukan. Meski jauh berkurang dari tahun-tahun sebelumnya, alokasi anggaran untuk Persik pada APBD 2011 masih sebesar Rp 7,5 milyar. Dana tersebut jauh lebih besar dari dana KONI yang hanya Rp 2,5 milyar. Padahal organisasi itu harus membiayai seluruh cabang olah raga selain sepak bola.
Keterpurukan Persik ini, menurut Nur Muhyar, semakin menjadi setelah ditinggal pergi oleh Lotto. Perusahaan perlengkapan alat olah raga itu hengkang setelah Persik terjun ke divisi utama pada Liga Indonesia 2009. Sehingga praktis saat ini sandaran klub tersebut pada keuangan daerah.
HARI TRI WASONO