Juru bicara Persik Nur Muhyar mengatakan ketergantungan Persik pada dana pemerintah sangat besar. Bahkan klub yang mulai digarap secara profesional oleh Iwan Boedianto pada tahun 2002 silam itu tak memiliki sumber pendapatan lain selain dari APBD. “Klub ini memang didesain untuk dibiayai pemerintah,” katanya, kepada Tempo, Minggu (15/1).
Namun seiring tuntutan masyarakat yang menghendaki Persik dikelola secara profesional, perlahan-lahan pemerintah mulai mengurangi suntikan APBD kepada tim ini. Salah satunya adalah alokasi anggaran Persik yang hanya Rp 7,5 miliar pada APBD 2011. Jumlah tersebut, menurut Nur Muhyar, jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2006 lalu saat Persik menerima suntikan Rp 22 miliar untuk menjuarai Liga Indonesia. “Saat itu anggaran memang gila-gilaan,” katanya.
Pengurangan anggaran ini dianggap cukup untuk menstimulus manajemen bersikap profesional. Mereka diminta tak lagi mengandalkan APBD dan penjualan tiket pertunjukan untuk membiayai operasional tim. Salah satunya dengan mencari sponsor dari swasta.
Sayang upaya tersebut hingga kini belum berjalan maksimal. Bahkan seiring merosotnya prestasi tim yang terdepak ke divisi utama, tak satupun perusahaan yang melirik Persik sebagai media sponsor. Bahkan perusahaan aparel Lotto sebagai satu-satunya sponsor yang bekerjasama dengan Persik telah meninggalkan tim tersebut akhir tahun 2010. “Kami belum bisa lepas dari APBD untuk tahun 2011 ini,” kata Nur Muhyar.
Disinggung posisi Wali Kota Kediri Samsul Ashar yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Persik, Nur Muhyar menegaskan jabatan ganda tersebut tak mempengaruhi profesionalitas tim. Bahkan Wali Kota dianggap sosok yang pas menjadi pengendali organisasi berbasis APBD. “Ketua umum Persik tidak boleh resisten pada lembaga yang dibiayai pemerintah,” kata Nur Muhyar.
Namun demikian, dia menegaskan bahwa mekanisme pemilihan ketua umum di tubuh Persik bersifat terbuka. Siapapun bisa mencalonkan diri selama mendapat dukungan dari pengurus. Hanya saja hingga saat ini belum ada satupun orang yang berani mencalonkan diri menjadi ketua umum selain wali kota.
Untuk itulah pengurus membagi tugas dan pengelolaan tim dengan baik. Ketua umum yang dianggap tidak bisa maksimal berkonsetrasi pada Persik dibantu oleh manajer tim Sunardi. Manajer berwenang atas segala urusan terkait tim, sedangkan ketua umum berwenang pada kebijakan dan keputusan.
Komposisi ini, menurut Nur Muhyar, tidak akan berdampak negatif pada siapapun. Bahkan tudingan kepada ketua umum yang berpotensi memobilisasi massa sepak bola ke ranah politik belum terbukti. Namun jika itu terjadi, Nur Muhyar yang juga Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Kediri ini menyebutnya sebagai sesuatu yang wajar. “Siapapun yang terlibat dengan mobilisasi massa pasti akan memanfaatkan,” katanya.
HARI TRI WASONO