TEMPO Interaktif, Jakarta - Meski kepengurusan Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) di bawah kepemimpinan Djohar Arifin nyaris berusia lima bulan, hingga saat ini mereka ternyata belum memiliki program kerja yang jelas. Padahal tanpa program yang terstruktur, akan sangat sulit menilai kinerja pengurus yang dilantik Juli lalu ini.
"Sampai saat ini, kepengurusan Pak Djohar belum punya program kerja. Kongres di Solo kemarin hanya memilih pengurus PSSI, sedangkan program kerja disusun sebelumnya di kongres Bali yang hasilnya tidak dijalankan pengurus sekarang," kata anggota Komite Eksekutif PSSI, Tonny Aprilani, saat dihubungi, Ahad, 4 Desember 2011.
Tonny mengatakan, program kerja seharusnya sudah dibuat tak lama setelah kepengurusan PSSI yang baru dilantik. Namun sampai saat ini, program kerja itu tak juga disusun. Pengurus justru sibuk menyelesaikan persoalan dualisme kompetisi yang mereka ciptakan sendiri.
Persoalan dualisme kompetisi, kata Tonny, sebenarnya tak akan terjadi jika Djohar Arifin dan para pengurus baru PSSI menjalankan program kerja yang telah disepakati dalam kongres Bali, Januari lalu. Tapi hasil kongres tersebut justru dikhianati pengurus dengan membentuk liga Indonesian Premier League. "Jadi, program kerjanya tak jelas," kata Tonny.
Karena itu, kata Tonny, dirinya meminta Ketua Umum Djohar Arifin agar mengundang semua pihak duduk bersama untuk membahas dualisme kompetisi. Forumnya, kata Tonny melanjutkan, bisa lewat kongres tahunan. "Mau sampai kapan dibiarkan perpecahan ini?" katanya.
Tonny menjamin kongres tahunan yang dituntut para pengurus PSSI di tingkat provinsi tak akan berbelok menjadi kongres luar biasa. Sebab, kata dia, kongres luar biasa memerlukan proses yang panjang. "Tidak mudah menjadi KLB (kongres luar biasa). Karena KLB bermula dari usulan ecxo (komite eksekutif) lalu dibentuk komite pemilihan, dan lainnya. Jadi, jangan alergi dengan kongres," katanya.
DWI RIYANTO AGUSTIAR