TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komite Eksekutif Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, Erwin Dwi Budiawan, menilai Komite Etik telah melanggar hak asasi manusia karena melarang dirinya berkecimpung di dunia sepak bola. Ia juga menilai sanksi yang dijatuhkan Komite Etik tak memiliki dasar kuat.
"Saya tidak takut dipecat. Cuma yang jadi masalah ketika saya tidak boleh terlibat dalam sepak bola. Itu kan hak asasi saya," kata dia di Kantor Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia, Kawasan Gelora Bung Karno, Rabu, 21 Desember 2011.
Erwin bersama tiga anggota komite eksekutif lainnya, yakni Tonny Aprilani, La Nyalla Mattalitti, dan Roberto Rouw mendapat sanksi dari Komite Etik, kemarin. Mereka dinilai melanggar Pasal 6,9, dan 12 Kode Etik PSSI tentang perbuatan tidak patut sehingga wajib dicopot jabatannya.
Perbuatan tidak patut yang dimaksud adalah sikap keempat anggota eksekutif itu yang melayangkan surat ke FIFA dan AFC. Surat itu dinilai menyalahi ketentuan karena dikirim tanpa sepengetahuan Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin.
Keempatnya juga dianggap melakukan pembohongan publik dengan mengatakan 99 persen saham PT Liga Indonesia, pelaksana kompetisi Indonesia Super League, milik klub. Padahal, sesuai keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM, 99 persen saham PT Liga milik PSSI.
Komite Etik lantas memberi sanksi kepada keempat anggota eksekutif agar meminta maaf kepada Ketua Umum Djohar Arifin, AFC, dan FIFA. Jika dalam waktu 2X24 jam mereka tidak meminta maaf secara tertulis, maka jabatan keempatnya sebagai anggota PSSI otomatis dicabut dan mereka dilarang melakukan kegiatan yang berhubungan dengan sepak bola di bawah naungan PSSI.
Erwin memastikan dirinya tak akan meminta maaf. Ia tak perduli jika dirinya dicopot dari Komite Eksekutif PSSI. Keputusan Komite Etik, kata dia, aneh dan lucu. "Lucu juga minta maaf, terus sanksi selesai," katanya.
DWI RIYANTO AGUSTIAR