TEMPO.CO, Surabaya - Komisaris PT Persebaya Indonesia Saleh Ismail Mukadar meminta bonek, julukan suporter Persebaya 1927, menahan diri setelah terjadi bentrokan dengan Aremania, julukan suporter Arema Indonesia, di Surabaya, Kamis kemarin, 7 Maret 2013.
Bentrokan terjadi di tiga lokasi di jalan tol Pasar Turi–Porong, yakni di Waru, Simo dan Ngesong. Dalam bentrokan tersebut seorang remaja beratribut bonek tewas dikeroyok suporter beratribut Aremania.
Bentrokan terjadi sesaat sebelum pertandingan antara Gresik United dan Arema Indonesia digelar di Stadion Tri Dharma Petrokimia, Gresik. “Saya berharap bonek bisa lebih cerdas dan santun menyikapi Aremania,” kata Saleh, Jumat, 8 Maret 2013.
Menurut Saleh, suporter yang beradab dan berbudaya adalah yang membalas perlakuan tidak manusiawi dengan sikap santun. Sweeping dibalas sweeping, kata Saleh, tidak akan menyelesaikan masalah. “Dulu bonek pernah membagi-bagikan bunga kepada pengendara mobil pelat N (Malang) di Surabaya. Kenapa sekarang tidak kita ulangi?” ujar mantan Deputi Sekretaris Jenderal PSSI itu.
Saleh juga meminta aparat kepolisian agar lebih tanggap mencegah ulah oknum suporter Aremania yang melempari rumah-rumah warga di Surabaya atau mengacung-acungkan senjata tajam. Sebab, ulah segelintir suporter itulah yang memicu ketengangan.
Sikap senada juga diutarakan Ketua Umum Persebaya Divisi Utama Diar Kusuma Putra. Ia mengimbau agar bonek maupun kelompok suporter lain tidak terprovokasi untuk saling balas dendam. “Biarlah tim yang bertarung di lapangan. Di luar lapangan, kita damai-damai sajalah,” ucapnya kepada Tempo.
Diar mengatakan, jika dendam dan saling balas diteruskan, gesekan antarsuporter yang tak terkendali akan berpengaruh terhadap perizinan pertandingan sepak bola kompetisi nasional yang sudah ditetapkan. Apalagi, saat ini Indonesia sedang dalam sorotan FIFA terkait dengan dualisme kepengurusan PSSI.
Seorang koordinator bonek, Andi Peci menyesalkan polisi yang membiarkan terjadinya kekacauan di Surabaya. Andi mengatakan memiliki bukti bahwa kedatangan Aremania ke Gresik lewat Surabaya sebenarnya dikawal oleh polisi berpakaian preman.
Selain itu, kata dia, masuknya ribuan suporter di jalan bebas hambatan pasti sudah dimonitor polisi patroli jalan raya (PJR) sejak di pintu tol. “Tapi mengapa polisi tidak mengantisipasi saat ada Aremania turun di jalan tol dan melempari rumah warga di Simo dan Ngesong sambil mengacungkan pedang samurai?” tutur Andi.
KUKUH S WIBOWO