TEMPO.CO, La Paz - Lionel Messi bergerak cepat setelah mencuri bola dari pemain belakang Bolivia, Edward Zenteno, pada menit akhir laga kualifikasi Piala Dunia 2014 zona Conmebol di Stadion Hernando Siles, La Paz, Bolivia, dinihari tadi.
Peraih gelar Ballon d'Or 2012 itu hanya tinggal berhadapan dengan penjaga gawang Sergio Galarza. Ribuan pendukung tim tuan rumah menahan napas. Messi hanya perlu satu sontekan halus untuk menyegel kemenangan Argentina.
Namun sepakannya, secara ajaib, berhasil dihalau Sergio Galarza. Bola pun meluncur ke tepi gawang. Banyak yang tak percaya, tapi jala gawang memang tak bergetar. Ketinggian La Paz agaknya telah menyerap semua tuahnya.
"Saya bergerak dengan cepat dan mendadak ragu ketika di depan gawang," kata Messi. "Sangat sulit bermain di ketinggian seperti ini karena udaranya sangat tipis sehingga kami sulit bernapas."
Stadion Hernando Siles di La Paz terletak di ketinggian 3.637 meter di atas permukaan laut. Artinya, Messi dan rekan-rekannya di Tim Tango--julukan Argentina--seperti bermain di puncak Gunung Semeru--tinggi Gunung Semeru 3.676 meter di atas permukaan laut.
Di ketinggian seperti itu, udara menjadi sangat tipis dan oksigen berkurang drastis. Sedangkan, pada saat yang sama, mereka harus terus bergerak untuk mempertahankan kehangatan tubuh. Sebab, suhu di La Paz saat itu mencapai 7 derajat Celsius.
Bagi Messi, suhu ini lumayan ekstrem. Di Barcelona, tempat ia menghabiskan sebagian besar waktunya, suhunya hanya sekitar 14 derajat Celsius. Jadi butuh adaptasi untuk bermain di La Paz. Dan itu butuh waktu. Sedangkan mereka tiba di sana hanya beberapa hari sebelum laga.
Tak heran jika si Kutu--julukan Messi--muntah-muntah di ruang ganti saat jeda babak pertama. Sedangkan Angel Di Maria, pemain Argentina lainnya, mengalami sesak napas sehingga harus dibantu dengan tabung oksigen.
Kondisi makin buruk bagi Messi karena ia masih menyimpan trauma. Empat tahun lalu, pada laga kualifikasi Piala Dunia 2010, Argentina dicukur Bolivia 6-1 di La Paz. Hasil buruk ini masih terus menghantuinya dan membuatnya bergetar setiap kali tampil di Stadion Hernando Siles. "Kita semua tahu apa yang terjadi saat itu," katanya.
MARCA | REUTERS | SKY SPORTS | DWI RIYANTO AGUSTIAR
Berita terpopuler:
Persebaya 1927 Gugat Persebaya Divisi Utama
Tony: FIFA Jangan Komentari Agenda di Luar KLB
Portugal Taklukan Azerbaijan 2-0
Italia Menang, Prandelli Puji Buffon dan Balotelli
Busquets: Spanyol dalam Tekanan