TEMPO.CO, Jakarta - Bayern Muenchen tersingkir dari perebutan gelar Liga Champions dengan kekalahan mengenaskan: ditekuk 0-5 (secara agregat) oleh Real Madrid. Jurus tiki-taka dianggap sebagai biang keladi kekalahan mereka.
"Buat apa menguasai bola kalau tidak bisa mencetak gol?" sindir Franz Beckenbauer, legenda Bayern Muenchen.
Dua kali melawan Real Madrid di semifinal Liga Champions, Bayern Muenchen tak sekali pun bisa mencetak gol. Pada laga pertama di Camp Nou, 23 April lalu, mereka ditekuk 0-1. Padahal, penguasaan bola Bayern saat itu mencapai 72 persen.
Sepekan kemudian, Real Madrid kembali mengoyak gawang Bayern Muenchen di Allianz Arena, kali ini dengan skor telak 4-0. Selain membuat Muenchen tersingkir dari Liga Champions, kekalahan itu sekaligus menjadi kekalahan terbesar mereka di Allianz Arena sejak 35 tahun terakhir.
"Penguasaan bola tidak akan banyak berguna jika menghadapi lawan yang memiliki pertahanan berlapis yang sangat kuat," kata mantan pemain Bayern Muenchen, Stefan Effenberg.
Pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti, memang memainkan strategi bertahan saat melawan Muenchen. Ia menerapkan pola 4-4-2 ketika menyerang, namun mengubahnya menjadi 4-4-1-1 saat bertahan.
Strategi Ancelotti ini kemudian disebut sepak bola reaktif: bertahan sedalam mungkin lalu menyerang secepatnya. Dengan filosofi ini, penguasaan bola tak lebih penting dari kecepatan.
Taktik Real Madrid ini serupa dengan skema Atletico Madrid saat menyingkirkan Barcelona--klub tempat tiki-taka lahir--dari perempat final Liga Champions. Saat para pemain Atletico membiarkan lini tengah mereka dikuasai Barcelona.
Kekalahan Barcelona dan Muenchen ini membuat tiki-taka tak lagi menjadi horor. Sebab, penawarnya ternyata sederhana: bertahan serapat-rapatnya lalu menyerang secepat-cepatnya. Inikah akhir tiki-taka?
"Terlalu cepat mengambil kesimpulan seperti itu," kata Guardiola. "Sebab kami kalah bukan karena penguasaan bola, tapi karena kami gagal memanfaatkan penguasaan bola dengan baik." kata Pep, begitu Guardiola disapa, tetap yakin tak ada yang keliru dengan tiki-taka.
"Ini bukan akhir dari filosofi tiki-taka," kata pelatih Real Madrid, Carlo Ancelotti. "Bayern akan tetap bermain dengan cara mereka dan filosofi Guardiola akan terus dimainkan karena dia telah memenangi banyak trofi."
GUARDIAN | ESPNFC | SKY SPORTS | REUTERS | DWI RIYANTO AGUSTIAR
Berita lain:
Terungkap, Moyes Kecewa Berat pada Bintang MU Ini
Rooney Tak Mau MU Dilatih Louis van Gaal
Julukan Baru untuk Mourinho: The Semifinal One
Mourinho Puji Atletico
Ibrahimovic Ingin Pensiun di PSG