TEMPO.CO, Jakarta - Maju sebagai calon presiden Federasi Internasional Asosiasi Sepak Bola (FIFA) dalam pemilihan 26 Februari tahun depan, Jerome Champagne punya misi menutup jurang kesejahteraan di badan sepak bola dunia itu.
Champagne merupakan mantan anggota Komite Eksekutif FIFA. Pria Prancis ini pernah bekerja selama sebelas tahun di bawah Sepp Blatter, Presiden FIFA yang sedang diskors karena tuduhan korupsi. Dia mengumumkan pengajuan dirinya pada Jumat, 23 Oktober 2015, atau tiga hari sebelum tenggat pendaftaran calon.
"Sebanyak 20 klub paling kaya di dunia punya pendapatan kasar 6,2 miliar euro (Rp 93 triliun) per tahun, tapi dari 209 federasi sepak bola nasional, lebih dari setengahnya bertahan hidup hanya dengan 2 juta euro setahun," kata Champagne kepada Reuters.
"Tim nasional Papua Nugini hanya menjalani dua pertandingan per tahun karena mereka tidak memiliki uang untuk membeli tiket pesawat terbang. Anggaran tahunan mereka bahkan tidak sampai setengah juta euro," Champagne menambahkan.
Menurut Champagne, di dekat tempat tinggalnya di Zurich, ada sebuah taman. Di situ, ada enam lapangan sepak bola—lima menggunakan rumput alami dan satu lapangan artifisial. "Pinggiran kota Zurich ini punya kualitas lapangan-lapangan lebih bagus daripada semua lapangan di Republik Demokratik Kongo, yang punya 70 juta penduduk," kata dia. "Di liga profesional Kongo, yaitu di Stade des Volcans di Goma, mereka bermain di atas pasir vulkanik.”
Menjelang pemilihan presiden Mei lalu, Champagne juga mengajukan diri sebagai kandidat. Tapi, dia gagal memenuhi syarat, yaitu dukungan tertulis dari lima asosiasi sepak bola negara. Kali ini, dia berkata kepada Reuters telah mengantongi dukungan tertulis dari lima asosiasi. Adapun tenggat pendaftaran calon presiden FIFA jatuh pada 26 Oktober 2015.
Champagne menjadi calon keempat di samping Michel Platini—jika bandingnya atas skors berhasil, Presiden Asosiasi Sepak Bola Yordania Pangeran Ali bin al-Hussein, mantan pemain Trinidad dan Tobago David Nakhid, dan Presiden Konfederasi Sepak Bola Asia Sheikh Salman al-Khalifa.
REUTERS | GADI MAKITAN