TEMPO.CO, Jakarta - Mahaka Sports, operator Piala Jenderal Sudirman, menduga ada pihak yang sengaja mengatur penyerangan yang berakhir tewasnya suporter Arema Cronus di Sragen, Jawa Tengah, Sabtu pekan lalu. Mereka lantas melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian. “Kami akan cari dalangnya,” ujar Hasani Abdulgani, Direktur Utama Mahaka Sports, Ahad, 20 Desember 2015. “Tidak mungkin massa bergerak tanpa ada yang ngatur.”
Dugaan tersebut, ujar Hasani, disimpulkan berdasarkan peristiwa yang terjadi. Begitu juga pengalamannya saat menjadi promotor Piala Presiden. Ia bahkan mengklaim menemukan dalang yang hendak mengacaukan turnamennya saat itu. “Sudahlah, kami akan cari karena ini tak boleh terjadi lagi,” ujar Hasani, yang menolak membeberkan arah kecurigaannya.
Dua orang dilaporkan tewas dalam penyerangan yang diduga dilakukan rombongan Bonek terhadap Aremania saat hendak menonton tim kesayangannya berlaga di Stadion Maguwoharjo, Sleman. Saat beristirahat di kompleks stasiun pengisian bahan bakar umum Jatikusumo, pendukung Arema diserang. Di Nglorog, Sragen, minibus berpenumpang tujuh suporter Aremania mengalami nasib yang sama.
Insiden ini mencoreng turnamen yang diinisiasi TNI tersebut. Heru Nugroho, Sekretaris Jenderal Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI), sangat menyayangkan bila insiden Aremania ini memiliki unsur kesengajaan.
Menurut Heru, tindakan tersebut sama saja menghalangi niat pemerintah menata ulang pengelolaan sepak bola yang kini didera sanksi induk sepak bola dunia (FIFA). “Itu sebuah tindakan yang harus dikutuk. Ingat, ini adalah turnamen yang dikawal TNI sebagai lembaga pemerintah,” ucapnya kemarin.
Hasani melanjutkan, pihaknya selaku operator ataupun TNI sebagai penyelenggara sudah berupaya maksimal menghindari bentrokan antar-pendukung. Bentuknya adalah koordinasi di antara aparat keamanan untuk mengawal para pendukung yang menuju stadion ataupun yang tengah menonton di stadion.
Namun Hasani mengakui tak semua suporter bisa dikontrol karena ada yang memilih jalan sendiri ke stadion tanpa koordinasi penyelenggara. Salah satunya yang berakhir bentrokan di Sragen tersebut. Ia hanya berharap kepolisian bisa mengusut kasus ini secara tuntas. “Ini kisah lama yang kembali terjadi hari ini,” tuturnya.
Gatot S. Dewa Broto, juru bicara Kementerian Pemuda dan Olahraga, mengatakan peristiwa ini menekankan kembali niat pemerintah melakukan pembenahan total sepak bola Indonesia. Menurut dia, masalah bukan hanya ada di tataran organisasi ataupun pertandingan yang bebas pengaturan skor, tapi juga terkait dengan pendukung.
Itu sebabnya, pemerintah akan kembali memanggil semua klub untuk mencari jalan keluar ihwal ulah para pendukung ini. Pemerintah, kata Gatot, menilai klub mempunyai kewajiban mengedukasi secara intensif suporternya. Sebab, setiap tindakan mereka mempertaruhkan nama baik klub. “Yang rugi bukan cuma suporter, tapi juga klubnya karena bisa kena sanksi,” ucapnya.
Adapun Haryo Yunianto, anggota Komite Etik Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), menolak menanggapi dugaan adanya dalang di balik insiden pendukung Arema tersebut. Menurut dia, pihak PSSI lebih memilih menyampaikan dukacita yang mendalam terhadap para korban.
Haryo menyatakan PSSI sudah mengimbau penyelenggara turnamen mengantisipasi bermacam kasus yang bisa muncul, termasuk dugaan permainan wasit di lapangan. Namun imbauan PSSI tak didengarkan. “Kalau begini, perbaikan tata kelola apa yang mau dijalankan?”
TRI SUHARMAN